REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Perlawanan pendukung Muhammad Mursi untuk membebaskan sang pemimpin berakhir dengan bentrokan. Benturan antara kelompok Pro Morsi dan polisi menyebabkan tujuh orang tewas dan ratusan orang luka-luka.
Kepala Tim Darurat Kementerian Kesehatan, Khaled el Khateeb menyebutkan, pertumpahan darah kembali terjadi, setelah sepekan sebelumnya 50 orang pendukung Mursi tewas akibat diberondong senjata tentara dan polisi di depan Gedung Garda Republik.
Sementara itu, 261 orang terluka dalam bentrokan yang terjadi senin malam dan Selasa dini hari di empat lokasi yang berbeda di Kota Kairo.Kantor Berita Mesir juga melaporkan 17 polisi terluka dalam kekerasan itu. Sementara polisi menangkap 401 orang yang terkait dengan bentrokan.
Sampai saat ini tak ada penjelasan resmi bagaimana tujuh orang tersebut tewas dalam bentrokan. Namun seorang pejabat keamanan yang diwawancarai Associated Press mengatakan, empat orang tewas akibat bentrokan pendukung Mursi yang melakukan aksi menduduki jalan di dekat Universitas Kairo dengan penduduk Ramses.
Selain menggelar aksi di dekat Universitas Kairo, ribuan pendukung Mursi juga berkumpul di Masjid Rabiaa Adawiya di Kairo Timur. Lokasi ini sejak awal memang menjadi pusat berkumpul kubu Ikhwanul Muslimin.
Kekerasan yang terjadi senin malam meletus setelah massa pendukung Mursi memperingati sepekan tewasnya rekan mereka di luar Gedung Garda Republik. Permintaan mereka pun sama yaitu melepaskan Presiden Mursi dan mengembalikan ia kembali menjadi pemimpin Mesir.
Pendukung Mursi memblokir jalan utama 6 Oktober (6th October Brigde) menuju pusat kota, Ramses Square. Setelah itu polisi menembakkan gas air mata dan dibalas demonstran dengan melempar batu ke arah polisi.
Polisi juga menyatakan kelompok Ikhwanul Muslimin menggunakan senjata ringan untuk melawan mereka.Sampai saat ini, dikutip dari Al Arabiya, 92 orang tewas semenjak penggulingan Mursi.
Hal ini karena sejak awal militer telah mengingatkan semua pihak bahwa mereka akan mengambil tindakan tegas bagi siapa saja yang berusaha mendatangi instalasi militer atau lokasi penting lainnya.
Sementara di saat yang sama, ribuan pendukung pro militer juga berkumpul di Alun-Alun Tahrir. Khususnya pada kunjungan resmi pertama diplomat Amerika Serikat yang bertemu dengan Pemerintahan transisi.