Ahad 21 Jul 2013 11:02 WIB

Meneropong Manado dari Dalam Taksi

Salah satu sudut di Kota Manado, ilustrasi
Foto: Blogspot
Salah satu sudut di Kota Manado, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdullah Sammy

 

Frans nama sopir taksi itu. Dari atas taksinya, Frans tak henti menceritakan kemajuan di kotanya, Manado, Sulawesi Utara.

"Sekarang Manado makin maju. Pusat perbelanjaan di mana-mana," begitu ucapan Frans ketika mengantar Republika berkeliling Kota Manado, beberapa waktu lalu.

 

Sambil terus bercerita, Frans memacu mobilnya mengelilingi kota. Sekilas, terlihat pembangunan yang sedang gencar dilakukan di Provinsi Sulawesi Utara itu.

 

Frans menjelaskan, sekitar 20 tahun lalu Manado hanya diliputi hutan dan kebun di perbukitan, serta pesisir pantai. Namun kini, pembangunan perumahan, gedung, dan pertokoan sudah menjamah di kota berjuluk Nyiur Melambai itu.

Saat taksi melintasi jalan Ring Road Trans Sulawesi, tampak bukit-bukit yang sudah dipenuhi bangunan permanen. Ada perumahan elite. Ada pula kompleks ruko yang terselip di antara jajaran bukit itu.

Makin mendekati pusat kota, pembangunan makin terasa. Tampak pula lalu lintas yang mulai padat akibat pertumbuhan kendaraan di ibu kota Sulawesi Utara. Rata-rata, kendaraan yang melintasi jalan Trans Sulawesi itu adalah mobil keluaran di atas tahun 2000.

Tidak ketinggalan, angkot-angkot kejar-mengejar. Sekilas, angkot-angkot itu tak berbeda dengan tampilan kendaraan umum di Jakarta. Namun, yang membedakan dengan angkot Jakarta, hampir seluruh angkot Manado dilengkapi sound system yang memutar beraneka ragam lagu.

Dentuman irama lagu yang diputar angkot bahkan terdengar hingga di dalam  taksi yang dikemudikan Frans.  Angkot itu seakan menjadi cermin budaya masyarakat Manado yang akrab dengan seni, terutama tarik suara.  “Memang Manado punya gaya.”

Saat asyik bercerita, Frans tiba-tiba melambatkan mobilnya. "Coba lihat di atas!" ujar Frans. "Itu patung Tuhan Yesus Memberkati," ucap Frans kepada Republika.

 

Saat itu, mobil taksi yang dikemudikan Frans melaju semakin lambat saat melintasi bukit. Dan memang tampak jelas patung Yesus berwarna putih yang sedang mengangkat kedua tangannya. Patung ini berdiri di atas kompleks perumahan elite di Manado. "Ya, (patung) ini dibangun oleh pengembang perumahan," kata Frans menjelaskan.

 

Patung Yesus Memberkati di Manado sekilas menyerupai pantung Kristus Penebus di Rio de Janeiro, Brasil. Menurut Frans, patung Yesus Memberkati jadi kebanggaan Manado bahwa kota mereka tak kalah dengan kota lain di dunia. Termasuk Rio De Janeiro sekalipun.

 

Kebanggaan Frans akan kemajuan kotanya bukan cuma omongan kosong. Mantan menteri negara otonomi daerah, Ryaas Rasyid, mengatakan rakyat Manado patut berbangga karena telah merasakan kemajuan selepas otonomi daerah.

 

Meskipun di daerah lain pembangunan jalan di tempat, Ryaas tetap meyebut Manado bersama Kota Kutai, Tarakan, Bontang, serta Balikpapan telah meraih manfaat keberhasilan dari otonomi daerah. "Hampir seluruh Kalimantan dan sebagian Sulawesi, khususnya Sulawesi Utara, jauh lebih maju dengan otonomi," kata Ryaas Rasyid.

 

Kemajuan Manado tak sebatas perkataan Frans atau pujian Ryaas Rasyid. Merujuk data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), wilayah Sulawesi Utara mencetak kenaikan indeks pembangunan manusia (IPM) tertinggi di Indonesia selepas otonomi 1999. Data BPS memperlihatkan bahwa pada tahun 1999, atau awal diterapkannya otonomi daerah, IPM Sulawesi Utara hanya berada di angka 67,10.

 

Kemajuan manusia di Sulawesi Utara, khususnya Manado, melesat tajam pada tahun 2008. Kini, Sulawesi Utara memiliki IPM terbaik kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta dengan angka 75,16.

 

Kemajuan manusia di Manado tampak jelas di diri Frans, si sopir taksi. Pengetahuan umum Frans yang tamatan SMA terlihat cukup mumpuni. Mulai dari persoalan olahraga hingga politik mampu dibahasnya sepanjang perjalanan.

 

Saat taksi Frans memasuki wilayah pesisir di Manado, Frans pun mulai berkisah tetang pemerintahan daerahnya. Menurut Frans, pemimpin Sulawesi Utara saat ini, Gubernur Sinyo Sarundajang, dipandang cukup berhasil dalam memajukan Manado dan Sulawesi Utara. "Ya, kalau pak gubernur memang orangnya cukup bagus, terurtama bagi orang-orang menengah ke atas," ujarnya.

 

Dalam kesempatan kunjungan ke Manado kali itu, Republika berkesempatan berjumpa dengan pemimpin yang dipuji Frans, yakni Sinyo Sarundajang. Dalam acara Peringatan Hari Pers Nasional 2013, Sarundajang menceritakan perjalanan wilayahnya menjadi salah satu daerah maju.

 

Menurut dia, Sulawesi Utara adalah daerah dengan tingkat minat baca tertinggi kedua di Indonesia. Tidak hanya itu, Sulawesi Utara juga menjadi wilayah dengan angka melek huruf tertinggi di Indonesia. Angka melek huruf Sulawesi Utara bahkan telah mampu melewati Jakarta.

Segala capaian Sulawesi Utara, khususnya Manado, tak terlepas program pendidikan wajib 12 tahun yang digencarkan setelah era otonomi daerah 1999. Selepas era otonomi, itu  Manado menjadi pelopor untuk meningkatkan anggaran pendidikannya hingga 20 persen dari total APBD.

Bahkan kini, jumlah anggaran pendidikan coba terus dikerek hingga 40 persen dari total APBD. Walhasil makin banyak manusia terdidik tercipta di Manado. Salah satu buktinya adalah si sopir taksi bernama Frans.

Selama satu jam perjalanan, Frans tak hentinya berkisah. Namun, dari logat dan gaya bicaranya sepanjang perjalanan, Frans seperti menanggalkan kemanadoannya. Dia berbicara dengan bahasa Indonesia yang nyaris sempurna.

 

Kendati Republika datang dari jarak ribuan kilometer di Jakarta, tak terasa susana yang berbeda. Sebaliknya, suasana akrab meliputi perbincangan satu jam bersama seorang putra Manado itu. Perbincangan yang terangkum dalam satu rasa budaya, bangsa, dan bahasa, yakni Indonesia.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement