REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG--Polisi menengarai Riza, terduga teroris jaringan Poso yang tewas ditembak dalam operasi penggerebekan di depan warung kopi, Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung, Jawa Timur, adalah calon "temanten" yang dipersiapkan untuk melakukan bom bunuh diri.
"Kami menduganya begitu. Riza ini merupakan calon temanten baru rekrutan Dayah (bukan Dayat) yang datang belakangan di wilayah Tulungagung," ungkap Kapolres Tulungagung, AKBP Whisnu Hermawan Februanto, Selasa (23/7).
Dayah menurut penjelasan Whisnu merupakan kader senior dalam jejaring teroris Poso. Selain diidentifikasi sebagai perencana bom Poso, beberapa waktu lalu, Dayah yang dikenal sebagai ahli peretas ("hacker") di dunia cyber ini juga menjadi aktor dibalik pembobolan uang nasabah bank di Medan senilai Rp800 juta.
Whisnu tidak menyinggung keahlian Dayah dalam merangkai bom, namun ia mengisyaratkan pemuda yang menyaru dengan penampilan rambut gimbal ini memiliki peran strategis dalam penggalangan dana teroris. Dayah yang beralamat KTP dari Medan, Sumatera dan berumur sekitar 30-an tahun tersebut ditengarai juga menjadi perekrut temanten baru, seperti juga halnya Riza.
"Dia datang ke sini (Tulungagung) dalam rangka mempersiapkan manten baru, tapi tujuannya dimana kami belum tahu," katanya.
Penjelasan Whisnu mengacu pada hasil analisa dan evaluasi internal kepolisian di tingkat Polda Jatim. Keterangan serupa juga disampaikan warga yang sempat berinteraksi dekat dengan kedua terduga teroris di Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo.
Suparti dan Siwoharini, misalnya, dua adik kandung Sapari (terduga teroris jaringan lokal) ini menyebut bahwa Dayah berperilaku aneh selama tiga hari menginap di kampung mereka. Kata Suparti, Dayah selalu menenteng tas ransel kemanapun pergi, baik saat shalat tarawih di Masjid Al Jihad, Dusun Krajan, Desa Penjor maupun saat makan sahur di Madratsah Aisyiyah, tempat mereka menginap.
"Kami tidak pernah tahu itu (tas ransel) isinya apa, yang pasti kemanapun dia pergi dan beraktivitas selalu dibawa. Kalau sholat misalnya, tas ditaruh dipinggir tembok, tidak pernah jauh," tutur Suparti. Meski sempat bertanya-tanya dalam hati, Suparti dan warga lain tidak ada yang berani menegur.
Mereka baru mengetahui benda di dalam tas ransel tersebut setelah Dayah dan Riza (Riza sudah tiga bulan beraktivitas dakwah di Desa Penjor) ditembak mati oleh tim Densus 88 Antiteror, saat mereka menunggui bus umum di pinggir trotoar Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung.
Dalam operasi penggerebekan itu, Dayah yang membawa tas ransel berisi bom rakitan sempat lari berlindung di belakang Mimin, penjual minuman kopi tak jauh dari tempat mereka semula berdiri menunggu bus.
Namun sial, tim Densus 88 Antiteror yang berjumlah sekitar sepuluh orang sepertinya tidak mau ambil risiko dan menembak Dayah dari jarak dekat karena terduga teroris jaringan Poso ini terus bergerak sembari menggerayangi tas berisi bom rakitan yang dicangklongnya di depan dada.
Selain menembak mati Dayah dan Riza, Densus 88 juga menangkap dua pria lainnya, Sapari (55) dan Mugi Hartanto (35). Keduanya merupakan warga lokal berprofesi sebagai Kaur Kesra Desa Penjor (Sapari) serta honorer guru agama di SD 3 Geger, Kecamatan Pagerwojo (Mugi Hartanto).
Kedua pria yang disebut terakhir ini masih menjalani pemeriksaan di Mabes Polri untuk mengetahui seberapa jauh keterlibatan mereka dalam jaringan teroris tersebut.