REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Indonesia perlu mengembangkan keahlian, peralatan, dan sumber pendanaan domestik dan internasional untuk mengatasi kesenjangan energi.
Pandangan tersebut diungkapkan President Director untuk bisnis energi Black & Veatch di Indonesia yang baru, Jim Schnieders.
Menurut perkiraan Perusahaan Listrik Negara (PLN), untuk setiap satu persen pertumbuhan produk domestik bruto dibutuhkan pertumbuhan penyediaan listrik sebesar 1,2 hingga 1,5 persen.
Saat ini, Indonesia memiliki jumlah keseluruhan pembangkitan daya sebesar lebih dari 30 gigawatts (GW). Dengan laju pertumbuhan ekonomi sekarang ini, Indonesia membutuhkan setidaknya tambahan 7 GW setiap tahunnya hanya untuk mengimbangi kenaikan permintaan tahunan.
Lebih jauh lagi, kebutuhan akan investasi ini belum mempertimbangkan kebutuhan untuk peningkatan jangkauan jaringan listrik yang telah ada ataupun mempertimbangkan kesulitan dalam mengalirkan listrik ke 6 ribu pulau berpenghuni, yang penduduk dan industri lokalnya hidup tanpa pasokan listrik yang dapat diandalkan.
Oleh sebab itu, menurut Schnieders, diperlukan cara-cara baru yang dapat menjawab tantangan yang kompleks dan terus berkembang ini.
Dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (25/7), ia mengatakan, penerapan yang tepat untuk kemitraan multinasional dapat menjadi sebuah model acuan baru.
Jim Schnieders, yang meraih sarjananya di bidang Teknik Struktural dari Kansas State University, Amerika Serikat ini mengatakan, Proyek Tanjung Jati B Unit 3 dan 4, yang telah memenangkan penghargaan, menunjukkan kelebihan model tersebut.
Dengan kombinasi kerja sama para insinyur dari lima negara dengan perusahaan Cina dan internasional lainnya yang berkualitas dalam penyediaan peralatan yang handal dan berbiaya rendah, pembangkit listrik tersebut berhasil menyediakan 1.320 megawatt listrik bagi jutaan masyarakat yang terhubung dengan jaringan listrik Jawa-Bali.
"Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat merupakan hal yang baik, di sisi lain pertumbuhan ini memberikan tekanan pada pasokan energi negara ini. Area yang terhubung dalam jaringan listrik terus mengalami kekurangan daya karena pertumbuhan kapasitas pembangkitan tidak sejalan dengan pertumbuhan permintaan," ujar Schnieders.
Ia mengatakan, skala dari pekerjaan ini menuntut pelaksanaan yang lebih baik antara cara tradisional dan pendekatan baru. "Ada peluang besar untuk mengkombinasikan elemen lokal dan asing secara lebih efektif," ujarnya.
Schnieders memiliki hubungan yang panjang dengan Indonesia. Lahir di Amerika Serikat, penugasan luar negerinya yang pertama 20 tahun yang lalu adalah pada proyek pembangkit listrik di Indonesia. Sejak 2006, iaditempatkan di Beijing, Cina.
Posisinya membawa Schnieders menyatukan kemitraan dari seluruh dunia untuk mengembangkan solusi terbaik bagi tantangan pembangunan infrastruktur di seluruh Asia.
Schnieders, Pimpinan Black & Veatch di Indonesia, akan memfokuskan diri pada bagaimana solusi kemitraan multinasional dapat menjawab kebutuhan energi Indonesia yang terus bertumbuh.
Schnieders membawa pengalamannya selama 23 tahun dalam membangun dan mengelola proyek infrastruktur energi yang penting.