REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK --Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon mengatakan jumlah korban meninggal dalam perang saudara di Suriah telah mencapai lebih dari 100.000 orang.
Hal itu diungkapkan Ban ketika ia mengajukan upaya-upaya baru untuk mewujudkan penyelenggaraan konferensi perdamaian.
Sekjen PBB itu bersama Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan kepada wartawan, sebelum melakukan pembicaraan di Markas Besar PBB, kemungkinan tidak ada penyelesaian militer dalam konflik yang telah berlangsung selama 28 bulan itu di Suriah.
Sementara para pegiat Suriah mengatakan jumlah korban tewas mencapai lebih dari 100.000 orang, PBB sebelumnya bersikap hati-hati. Bulan lalu, organisasi dunia itu mengatakan korban meninggal tercatat sekira 93.000 orang.
Namun pada hari Kamis, Ban mengatakan, "Lebih dari 100.000 orang telah kehilangan nyawa mereka, jutaan orang terpaksa mengungsi di dalam negeri ataupun menjadi pengungsi di negara-negara tetangga.
"Kita harus mengakhiri keadaan ini. Aksi-aksi militer dan kekerasan harus dihentikan oleh kedua belah pihak, dan karena itu kita harus bisa mewujudkan penyelenggaraan konferensi perdamaian di Jenewa sesegera mungkin."
Amerika Serikat dan Rusia pada bulan Mei lalu menyatakan tekad di depan media massa bahwa mereka akan berupaya menindaklanjuti konferensi perdamaian yang digelar tahun lalu di Jenewa. Konferensi tahun lalu itu meletakkan dasar bagi rencana peralihan.
Namun, perpecahan di antara kelompok-kelompok oposisi Suriah serta rintangan yang dibuat oleh pemerintahan Presiden Bashar al-Assad telah menghalangi upaya-upaya terjadinya pertemuan yang baru.
Presiden Koalisi Nasional Suriah Ahmad Jarba sedang berada di New York pada hari Kamis dan dijadwalkan melakukan pembicaraan dengan Kerry menjelang pertemuan dengan para utusan negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat.
Kerry mengatakan ada "penderitaan dalam skala besar, penderitaan yang terus terjadi setiap hari, yang mengharuskan kita semua bekerja lebih keras untuk berupaya mengadakan perundingan perdamaian."
Ia menambahkan, "Tidak ada penyelesaian militer untuk Suriah, yang ada hanyalah penyelesaian politik. Untuk membawa pihak-pihak ke meja perundingan, ini memerlukan kepemimpinan."
Kerry mengatakan, ia pada Rabu berbicara dengan Menteri Luar Negeri Russia Sergei Lavrov. "Kami tetap bertekad akan menjalankan upaya untuk membawa pihak-pihak terkait ke konferensi Jenewa II, untuk menerapkan hasil di Jenew I, dan akan melakukan langkah terbaik yang kami bisa temputh untuk mewujudkannya sesegera mungkin."
Ban sebelumnya mengatakan bahwa ia menginginkan konferensi tersebut bisa diselenggarakan pada bulan September.
Namun, diplomat-diplomat PBB mengatakan konflik di Suriah saat ini demikian sengitnya sehingga mereka merasa sangsi kedua belah pihak bisa dibawa ke meja perundingan.
"Peluang bagi terselenggaranya konferensi perdamaian saat ini nol, tapi AS dan PBB tidak dapat mengakuinya," kata Richard Gowan dari Center for International Cooperation di New York University.
"Kalau Ban menyerah soal usulan konferensi, ini akan menggarisbawahi bahwa PBB sudah tidak bisa menjalankan peranan diplomatik di Suriah," kata Gowan.
"Kalau Kerry menyerah soal ide konferensi ini, ia akan kehilangan kredibilitas pribadinya, dan yang lebih penting, akan mengobarkan desakan bagi AS untuk melakukan campur tangan di Suriah," tambahnya.