REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Sejumlah mahasiswa yang tergabung dari Tangerang Raya Institute (TRAINS) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor KPU Kota Tangerang terkait penetapan dua pasang calon wali kota dan wakil wali kota Tangerang atas keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).
TRAINS menyatakan keputusan dan penyelanggaraan DKPP tersebut cacat hukum dan inkonstitusional. Koordinator aksi Tangerang Raya Institute (TRAINS), Uis Adi Dermawan memaparkan ada beberapa landasan yang membuat keputusan DKPP tidak sesuai dengan perundang–undangan.
"Hasil keputusan DKPP cacat hukum dan inkonstitusional. Kami menuntut KPUD Provinsi Banten menghiraukan keputusan DKPP yang secara terang–terangan telah sporadis menabrak konstitusi dan mengacak–acak tahapan proses Pilkada," paparnya, Senin (12/8).
Menurut dia, DKPP telah melanggar peraturan DKPP Nomor 2 thaun 2012 Pasal 9 terkait Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum. Hal itu terkait jika pihak yang diadukan adalah penyelenggara pemilu yang menjabat sebagai anggota KPU, maka laporan atau pengaduan harus diusulkan melalui Bawaslu Provinsi.
Selanjutnya disampaikan ke DKPP melalui Bawaslu provinsi. Selain itu, DKPP telah melanggar Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilihan umum Pasal 112 ayat 3.
Hal itu menyatakan DKPP menyampaikan panggilan pertama kepada penyelenggara pemilu lima hari sebelum melaksanakan sidang DKPP.
Menurut dia, guna melakukan verifikasi berkas administrasi dan hal lain yang berkaitan. "Pada saat sidang di Jakarta kami melihat adanya indikasi sidang marathon yaitu sidang dilakukan saat cuti bersama. Terus tanpa adanya panggilan kepada penyelenggara pemilu lima hari sebelum sidang," ungkapnya.
Selanjutnya dengan diloloskannya lima pasangan calon maka telah terjadi dukungan ganda yaitu satu partai politik memberikan dukungan kepada dua kandidat. Di antaranya Partai Hanura yang telah mengalihkan dukungan pada Harry Mulya Zein tetapi putusan DKPP harus kembali kepada dukungan Ahmad Marju Kodri.
Kemudian dalam peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan tidak ada satu pasal atau ayat pun yang dapat dan membolehkan menganulir keputusan pleno KPU Provinsi maupun kota atau kabupaten.
Kecuali hanya sebatas pelanggaran kode etik saja bukan merubah tahapan. Serta menggagalkan keputusan pleno kecuali PTUN dan MK.