REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti mengkritik sistem rekruitmen peserta konvensi capres Demokrat. Menurutnya, mekanisme rekruitmen peserta konvensi merugikan calon non-Demokrat.
"Cara Demokrat tidak elegan," kata Ray ketika dihubungi ROL, Selasa (20/8).
Ray menyayangkan aturan konvensi yang mengharuskan peserta dari partai selain Demokrat nonaktif. Mnurutnya, jika mekanisme ini ingin diberlakukan, mestinya Demokrat tidak menerapkan sistem undangan mengikuti konvensi kepada kader partai lain.
"Konvensi ini bermasalah karena mereka melakukan pengundangan. Tetapi disaat yang sama meminta nonaktif," ujarnya.
Ray menyatakan, jika Demokrat ingin kader partai lain yang mengikuti konvensi nonaktif, semestinya mekanisme perekrutan dilakukan melalui sistem pendaftaran bukan undangan. Dengan begitu, aturan yang diberlakukan Demokrat bersifat optional (pilihan). "Kalau mengundang mestinya tidak merugikan orang yang diundang," ujarnya.
Aturan yang diberlakukan Demokrat pada akhirnya akan merugikan partai yang kadernya ikut konvensi. Terpaksa situasi internal akan bergejolak karena ditinggalkan tokoh partai. "Demokrat ingin memecah partai yang kadernya ikut konvensi," kata Ray.
Di sisi lain, kata Ray, Demokrat justru mendapat keuntungan. Citra mereka di mata publik akan naik karena konvensi diiukuti tokoh-tokoh lintas partai. "Kesan yang ditangkap partai ini terbuka," ujarnya.
Para kader partai non-Demokrat yang ingin mengikuti konvensi capres Demokrat sebaiknya berpikir ulang. Sebab, dengan aturan konvensi yang tidak jelas semacam ini, mereka bisa menjadi korban strategi pencitraan Demokrat.
"Jangan-jangan mereka malah dipermalukan. Misalnya ada tokoh dapat suara survey cuma dua persen, itu kan seolah-olah dia bukan tokoh nasional," katanya.