REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menyayangkan larangan kampanye bagi pejabat publik hanya diperuntukkan bagi mereka yang terdaftar sebagai calon anggota legislatif.
"Meskinya aturan itu berlaku bagi semua pejabat, tidak hanya yang maju nyaleg. Larangan berkampanye baik untuk dirinya atau untuk partainya. Karena semua pejabat itu berpotensi memanfaatkan jabatannya," kata Deputi Koordinator JPPR Maykurudin Hafidz di Jakarta, Kamis (22/8).
Saat ini, lanjutnya, cukup banyak pejabat negara baik pusat mau pun daerah yang berafiliasi dengan partai politik. Tetapi mereka tidak muncul dalam daftar calon tetap. Misalnya, Menteri Agama Suryadharma Ali dan Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz dari PPP. Kemudian Menteri Menteri Perikanan dan Kelautan Sharif Cicip Sutarjo, Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Perindustrian MS Hidayat dari Partai Golkar.
Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang tercatat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat juga tidak dilarang berdasarkan aturan KPU tersebut. "Harusnya KPU larang dua-duanya, baik yang nyaleg maupun yang tidak," ungkap Masykurudin.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 1/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu menambahkan, aturan bagi pejabat publik yang mengikuti pemilu sebagai caleg.
Kader partai politik yang maju menjadi caleg, tetapi menjabat sebagai pejabat publik dilarang tampil baik fisik, suara, mau pun sisipan nama dalam iklan dan pesan layanan masyarakat. "Aturannya kepada semua pejabat publik yang terdaftar sebagai caleg," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay.
Tetapi, lanjut Hadar, bagi kader parpol sekali pun ia menjabat pada institusi negara atau pemerintah namun tidak maju menjadi caleg aturan tersebut tidak berlaku.