Kamis 29 Aug 2013 08:28 WIB

Myanmar Tangkap 12 Pelaku Kerusuhan Agama

Red:
Kerusuhan di Myanmar
Kerusuhan di Myanmar

YANGON -- Polisi Myanmar telah menahan sebanyak 12 pelaku kerusuhan agama yang diduga terlibat dalam pembakaran rumah dan toko kaum Muslim.

[removed]// [removed]

Polisi mengatakan mengatakan 12 perusuh tersebut diduga terlibat dalam kekerasan antar agama pada akhir pekan.

Serangan terhadap umat Muslim di desa Htan Gone, di kota Kantbalu, terjadi setelah beredar rumor bahwa seorang pria Muslim mencoba memperkosa seorang perempuan Budha.

Dalam kerusuhan selama dua hari itu, massa Budha berkekuatan sekitar seribu orang membakar 42 rumah dan 15, mengakibatkan ratusan warga Muslim kehilangan tempat tinggal.

Mereka yang kehilangan tempat tinggal berlindung di sebuah sekolah, sementara pihak berwenang mempersiapkan kamp-kamp untuk menampung mereka.

Ini adalah kerusuhan anti-Muslim pertama di daerah itu dan menunjukkan bahwa kerusuhan antaragama di Myanmar telah meluas.

Sejak bentrokan antara umat Budha dan minoritas Muslim Rohingya tercetus di Myanmar barat tahun lalu, sentimen anti Muslim telah meluas ke seluruh negara itu.

Kerusuhan kemudian muncul di Meikhtila, Myanmar tengah, pada bulan Maret dan di Lashio di timur laut pada bulan Mei.

Toe Zaw Latt, kepala kantor Democratic Voice of Burma di Yangon, mengatakan, tidak seperti kaum Rohingya di negara bagian Arakan, umat Muslim di Lashio, Meikhtila dan sekarang Htan Gone sudah hidup di sana selama berabad-abad dan tidak pernah dipandang sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.

 

Kebanyakan sentimen anti-Muslim dikobarkan oleh Gerakan 969 yang ultra nasionalis, yang menyerukan kepada umat Budha agar memboikot toko-toko Muslim dan tidak melakukan perkawinan antaragama.

Toe Zaw Latt mengatakan, umat Muslim yang sudah berabad-abad hidup berdampingan secara damai dengan mayoritas umat Budha kini dilukiskan sebagai perusuh dan golongan ekstrimis dengan mudah menyebarkan hasutannya.

Perpecahan

Kelompok-kelompok HAM telah menuduh pihak berwenang tidak mampu atau tidak mau mengendalikan kerusuhan.

Bahkan Pelapor KHusus PBB, Tomas Quintana, sempat ketakutan dalam kunjungannya baru-baru ini ketika massa menyerang mobilnya sementara polisi hanya melihat.

Toe Zaw Latt mengatakan, perpecahan kekuasaan menjadi penyebab tidak diambilnya aksi untuk mengendalikan kerusuhan.

Ia mengatakan, tidak seperti di masa lalu, ketika kekuasaan berada di tangan satu orang, sekarang ada tiga pusat kekuasaan.

Map: Kanbalu, Myanmar

 

"Kekuasaan ada di kantor presiden, parlemen, dan militer. Maka kekuasaan terpecah setelah tiga tahun pemerintahan baru," katanya.

Toe Zaw Latt mengatakan, di masa lalu militer yang berkuasa, tapi sekarang sulit diketahui siapa yang bertanggung-jawab atas  kerusuhan antaragama. Apakah Kementerian Dalam Negeri atau Kementerian Agama atau pemerintah daerah.

Sementara kerusuhan antaragama meluas ke seluruh Myanmar, banyak yang khawatir, jika dibiarkan tak terkendali, ini dapat berpotensi menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida dan menciptakan kultur impunitas.

Toe Zaw Latt mengatakan, masalah ini tidak dapat dipecahkan oleh pihak berwenang saja. Menurut dia, diperlukan suatu masyarakat sipil yang kuat, yang saat ini masih belum terwujud di negara itu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement