REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra membatah memantik konflik dengan PDI Perjuangan terkait wacana pencapresan Joko Windodo (Jokowi) di Pilpres 2014.
Gerindra merasa hingga kini masih memiliki hubungan baik dengan partai berlambang banteng moncong putih itu. "Kami tidak merasa memanasi. Itu hal yang biasa dalam berpendapat," kata Ketua Umum Gerindra, Suhardi ketika dihubungi ROL, Rabu (4/9).
'Hal biasa dalam berpendapat' yang dimaksud Suhardi merujuk pada pernyataan Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon yang menyatakan Jokowi tidak sepatutnya maju sebagai capres karena harus menuntaskan masa jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Suhardi mengatakan, meskipun pencalonan Jokowi sebagai capres merupakan hak politik Jokowi dan PDI Perjuangan, namun seyogyanya Jokowi tidak melupakan janji politiknya ketika akan maju menjadi Gubernur DKI Jakarta. "Kami hanya mengingatkan Jokowi bahwa janji kepemimpinan harus konsisten," ujarnya.
Hingga kini, kata Suhardi menegaskan, hubungan Gerindra dan PDI Perjuangan masih baik. Dia bahkan sempat bertemu langsung dengan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri saat peringatan wafatnya almarhum Taufik Kiemas di Jalan Tengku Umar beberapa waktu lalu. "Hubungan kami dengan PDI Perjuangan sejak dahulu sampai sekarang baik," katanya.
Bagi Gerindra, penetapan Prabowo Subianto sebagai capres sudah final. Suhardi berharap keputusan Gerindra mencapreskan Prabowo mendapat dukungan seluruh elemen bangsa, termasuk PDI Perjuangan. "Partai ini sudah bulat mendukung Prabowo. Dan berharap mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat termasuk PDI Perjuangan," katanya.
Suhardi enggan berkomentar ketika ditanya apakah permintaan Gerindra agar PDI Perjuangan mendukung pencapresan Prabowo, berkaitan dengan kontrak politik tertulis yang dilakukan antara Prabowo dan Megawati di Pilpres 2009. "Itu urusan Pak Prabowo dan Ibu Mega. Biar beliau yang berkomentar," kata Suhardi tanpa membantah rumor kontrak politik itu.