REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menyatakan kekecewaannya terkait vonis Irjen Polisi Djoko Susilo. Meski pun ia mengakui menghormati putusan hakim terhadap mantan kepala Korps Lalu Lintas Polri itu.
"Saya menghormati putusan ini. Tapi sebagai warga negara dan orang yang diamanahkan mengawal proses hukum, ada kekecewaan," kata dia, saat dihubungi Republika, Rabu (4/9).
Majelis hakim menilai Djoko terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan simulator SIM tahun anggaran 2011 di Korlantas Polri. Djoko juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Hakim kemudian memvonis Djoko dengan pidana penjara 10 tahun dan denda senilai Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Suparman menilai, sebagian besar dakwaan jaksa penuntut umum terbukti dan majelis hakim menerimanya. Ia merasa lega melihat hal itu. Ia juga menilai berbagai konstruksi pertimbangan hukum majelis hakim yang menggabungkan beberapa tindak pidana sebagai lompatan penting.
Namun, vonis majelis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut Djoko pidana penjara 18 tahun. "Dari 18 ke 10, terkesan terjun bebas," kata dia.
Dengan adanya putusan itu, menurut Suparman, pengadilan masih belum memperlihatkan upaya investasi untuk membangun harapan dan kepercayaan masyarakat. Padahal belakangan ini lembaga peradilan juga tengah terpuruk dengan adanya vonis bebas Sudjiono Timan di Mahkamah Agung (MA). "Terpuruk lagi, ditambah kasus (Djoko) ini," ujar dia.
Suparman berharap hakim ke depannya tidak matematis dalam melihat masalah. Melainkan mengedepankan naluri dan perspektif dalam melihat masalah. Terutama dalam kasus tindak pidana korupsi. Apalagi dalam kasus Djoko, statusnya merupakan aparat penegak hukum. "Itu bisa menjadi faktor pemberat. Hukuman pidana tidak maksimal," kata dia.
Sejauh ini, menurut Suparman, KY memang tidak melihat hukuman rendah Djoko karena adanya pelanggaran kode etik. Hakim mempunyai otoritas menjatuhkan pidana dengan berbagai pertimbangannya. Ia berharap berbagai pertimbangan hakim itu benar-benar objektif.
Namun, Suparman berharap, ke depannya, hakim mempunyai perspektif yang lebih luas untuk menjatuhkan putusan. "Sebagai bagian dari upaya membangun harapan dan kepercayaan masyarakat," ujar dia.