REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI TIMUR -- Permasalahan padamnya listrik pasar baru Bekasi belum mengalami kejelasan penyelesaian hingga saat ini.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perekonomian Rakyat (Dispera) Kota Bekasi, Cecep Suherlan mengatakan kepada Republika, Senin (09/9), tidak menyangkal bahwa permasalahan tersebut belum terselesaikan hingga kini.
Menurut Cecep, sebenarnya pengelolaan listrik pasar baru tersebut memang tidak dikelola secara khusus Pemkot Bekasi maupun Dispera.
"Pihak ketigalah yang mengelolanya dan selalu melaporkan kepada pengelola yang kemudian disampaikan kepada Dispera," tuturnya.
Dia menerangkan, sebenarnya ada sejumlah pasar tradisional yang pengelolaannya diserahkan kepada pihak ketiga, karena sebagai langkah untuk memajukan pasar tersebut.
Menurut dia, meskipun dikelola oleh pihak ketiga, mereka tetap memberikan retribusinya sesuai perjanjian lamanya pengelolaan.
Sedangkan untuk kewajibannya sendiri, lanjutnya, Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemkot Bekasi, pihak ketiga dan Dispera Kota Bekasi, sudah dilakukan sesuai dengan tata aturan yang ada.
Dengan penataan, pengolaan hingga kepada sarana kelengkapan perbaikan tampilan pasar tersebut, perjanjian tersebut dilakukan bukan untuk mengkomersilkan pasar tradisional atau menguntungkan beberapa pihak saja.
Cecep juga mengatakan, untuk permasalahan listrik yang menjadi polemik hingga saat ini, pihaknya sudah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak PLN cabang Kota Bekasi.
Sedangkan kepada para pedagang, Dispera melakukan pendekatan secara berkelanjutan untuk melakukan inisiatif pembayaran cicilan tunggakan listriknya.
Dia menerangkan, sementara ini pedagang menggunakan listrik pra bayar dan kedepannya akan ada pembicaraan antara pedagang, Pemkot Bekasi dan Dispera.
Cecep menjelaskan, berharap dapat menyelesaikan kasus listrik ini dengan baik dan pedagang dapat berjualan tanpa adanya tunggakan. Cecep juga tidak menampik wacana pemindahan para pedagang ke arera baru untuk berdagang.
Sementara itu, Ketua Rukun Warga Pasar (RWP), Blok II Pasar Baru, Muhammadiah, menerangkan, nilai tunggakannya mencapai Rp 470 juta.
Dia menambahkan, tunggakan listrik ini sudah terjadi selama tujuh bulan. Sejak Oktober 2012, lanjutnya, Pasar Baru tak terlayani listrik.
Menurut Mumuh, untuk listrik, setiap bohlamnya, pedagang ditarik uang sebesar Rp 3.000 per harinya. Uang tersebut, ia melanjutkan, disetorkan kepada pengelolanya.
Hal itu dilakukan para pedagang sejak Blok II beroperasi kembali paska kebakaran pada tahun 2006 silam. Saat itu, kontrak atau sewa tempat menyisakan sekitar delapan tahun dari perjanjian selama 20 tahun. Setelah kebakaran, menurut dia, kami mendapatkan subsidi dari Pemerintah Kota Bekasi.
Dia menerangkan, tercatat sejak beroperasi kembali, ada tiga pengelola melalui perusahaan masing-masing. Diantaranya: PT Tiga Serangkai, PT Agung Jaya, dan PT Agung Baru. Tak semua perusahaan pengelola Blok II itu berjalan mulus.
Setelah beroperasi, ia melanjutkan, paska kebakaran tahun 2006 silam, kali pertama dikelola oleh PT Tiga Serangkai, hanya bisa bertahan selama tiga bulan, kemudian pihak pengelola kolep, akhirnya diambil alih oleh PT Agung Jaya.
"Yang pengelola kedua ini lancar, bahkan bertahan sampai enam tahun lebih," katanya.
Setelah mengelola Blok II Pasar Baru selama enam tahun lebih itu, pihak PT Agung Jaya kemudian mengembalikan lagi kepada PT Tiga Serangkai. Lagi-lagi, perusahaan ini bangkrut, hanya bisa bertahan selama tiga bulan. Hasilnya, sejak tahun 2011, pengelolaan diambil PT Agung Baru.
Dari sinilah kata Mumuh, mulai ada masalah. Dia beserta ratusan pedagang tak tahu pasti persoalaan yang melibatkan pengelola. Tiba-tiba, per Oktober 2012 listrik di Blok II Pasar Baru diputus oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Alasannya mengalami tunggakan selama tujuh bulan. "Tunggakannya sekitar Rp470 juta," katanya.
Kendati demikian, secara berangsur kondisi pasar di Blok II mulai ditinggalkan pedagang. Saat ini hanya tersisa sekitar 150 pedagang, lainnya memilih berjualan sebagai Pedagang Kaki Lima di luar, mereka menempati tempat seadanya, meski mengganggu ketertiban umum. "Ada yang jualan di luar jadi PKL," katanya.
Mumuh mengatakan, kondisi Blok II saat ini terancam mati, pengunjung pasar mengalami penurunan secara drastis, apalagi omzet pedagang. Mereka nyaris bangkrut karena sepinya pengunjung. "Sekarang pengunjung turun hampir 50 persen. Penghasilan minim sekali," katanya menjelaskan.