Jumat 20 Sep 2013 15:36 WIB

Indonesia Darurat Tambang

Ali Masykur Musa
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Ali Masykur Musa

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN --  Masalah perizinan tambang mendapat perhatian serius Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Ali Masykur Musa (AMM).

AMM mengingatkan, eksplorasi tambang yang berlebihan bisa merugikan generasi masa depan.

"Jika perizinan tambang diobral, reklamasi tidak dilakukan, dan energi baru terbarukan tidak dikembangkan sangat mungkin beberapa tahun kedepan Indonesia bisa gelap-gulita," tegas Ali Masykur Musa, saat presentasi  International Seminar and Workshop on Wetlands Environmental Management yang diadakan oleh Lembaga Penelitian Universitas Lambung Amangkurat Banjarmasin, Jumat (20/09).

Ali Masykur Musa mengatakan, seharusnya rakyat Indonesia adalah penikmat utama kekayaan alam, bukan warga Negara lain. Hal ini sungguh beralasan, karena perusahaan asing pemegang izin pertambangan pada migas mencapai 70 persen.

Sedangkan dalam pertambangan batu bara, bauksit, nikel, dan timah, mencapai 75 persen. Bahkan, untuk pertambangan tembaga dan emas mencapai 85 persen.

 "Ironisnya, Pertamina sebagai BUMN migas kita hanya menguasai 17 persen produksi dan cadangan migas nasional. Sementara, 13 persen sisanya adalah share perusahaan swasta nasional. Sangat menyedihkan jika hasil tambang di Indonesia dinikmati  negara lain,” ujar Cak Ali, panggilan akrabnya yang juga Calon Presiden Konvensi PD.

Selain  itu, Cak Ali menambahkan, permasalahan tambang bukan hanya pada penguasaan asing, tetapi juga pada masalah reklamasi pasca tambang. Audit tambang batubara di Kalimantan (2010 dan 2011) menunjukkan, dari 247 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan batubara di Kaltim dan Kalsel, 64 perusahaan tidak membuat rencana reklamasi pasca tambang. Adapun 73 perusahaan tak setor dana jaminan reklamasi.

"Selain itu, dari areal bekas penambangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) seluas 100.880 hektar, baru direklamasi 4730 hektar, sungguh menyedihkan, katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement