Jumat 04 Oct 2013 14:25 WIB

Ekonomi Indonesia Lanjutkan Pelemahan di 2014

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Pembangunan ekonomi Indonesia
Foto: ANTARA
Pembangunan ekonomi Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan Indonesia masih bakal melemah. Di 2014 pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya 5,3 persen.

Pelemahan pertumbuhan ini disebabkan oleh masih bergejolaknya pasar modal internasional meskipun pertumbuhan ekonomi negara maju mulai pulih. Indonesia diminta mempersiapkan diri menyambut situasi ekonomi yang akan datang.

Sejumlah usaha telah dilakukan pemerintah. Beberapa kebijakan telah dikeluarkan untuk menghadapi situasi ekonomi yang terus berubah, seperti melepas nilai tukar dan menaikkan suku bunga untuk mengurangi tekanan pada neraca transaksi berjalan. "Perubahan kebijakan seperti pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) merupakan langkah yang sangat penting. Ini dilakukan untuk melindungi Indonesia dari berbagai resiko fiskal jangka pendek, sekaligus menyediakan dana untuk investasi jangka panjang di bidang infrastruktur dan sosial," kata Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia Rodrigo Chaves pada peluncuran laporan triwulan perekonomian Indonesia (IEQ), Jumat (4/10).

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2014 sedikit lebih rendah dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir 2013. Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia tahun ini hanya tumbuh 5,6 persen dari 6,2 persen di 2012.

Defisit neraca berjalan di akhir tahun diproyeksi 3,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). "Sedangkan di 2014 diperkirakan turun menjadi 2,6 persen dari PDB. Namun masih tetap minus," kata Chaves.

Dampak penurunan prospek ekonomi cukup besar. Risiko dalam negeri bersumber dari dampak yang lebih besar terhadap harga, suku bunga dan harga saham. Risiko eksternal terhadap prospek terpusat pada perkembangan harga komoditas kecuali minyak, harga bahan bakar internasional dan pendanaan eksternal.

Pengaturan kebijakan fiskal dan moneter Indonesia memainkan peranan penting dalam memfasilitasi penyesuaian yang sedang berlangsung. Kebijakan juga sangat penting untuk meminimalkan risiko dari pengurangan prospek ekonomi tersebut. Ada pilihan sulit bagi pemerintah antara menekan inflasi, mendoring pertumbuhan atau menyesuaikan defisit neraca berjalan.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan meskipun belakangan ekonomi Indonesia melambat, pertumbuhan Indonesia masih cukup tinggi. Pertumbuhan Indonesia nomor tiga setelah Cina dan India. "Indonesia juga termasuk negara paling stabil pertumbuhannya," kata Luky.

Rata-rata Indonesia tumbuh 5,8-6 persen. Jika kondisi terburuk terjadi, Indonesia diperkirakan hanya tumbuh 5,5 persen. Jaraknya dengan pertumbuhan normal tidak sejauh perlambatan ekonomi di negara lain seperti Cina dan India.

Selain empat kebijakan yang telah dikeluarkan pada Agustus, pemerintah juga sedang menyiapkan beberapa kebijakan baru untuk menjaga sustainabilitas ekonomi Indonesia. Kebijakan ini merupakan lanjutan dari yang sudah diterbitkan sebelumnya. "Ini juga ada beberapa hal baru, tapi belum dapat saya sebutkan sekarang," kata Luky.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement