REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, Akil Mochtar, dikabarkan mengirim surat kepada hakim-hakim konstitusi lainnya, tak lama setelah dirinya ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam surat itu, Akil menceritakan kronologis penangkapannya pada Rabu (2/10) malam di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra itu. Tidak hanya itu, Akil pun membantah dirinya telah tertangkap tangan oleh KPK.
Ia juga menampik tegas telah meminta ataupun menerima uang dari proses penanganan sejumlah perkara sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada). Saat ini, surat yang ditulis tangan ini telah beredar di sebagian kalangan wartawan media massa nasional.
Namun demikian, Republika Online belum dapat memverifikasi apakah benar surat tersebut ditulis Akil atau tidak.
Inilah isi lengkap dari surat yang diduga dikirim Akil dari Rumah Tahanan (Rutan) KPK, Kamis (3/10):
Kepada yang terhormat/yang mulia Bapak/Ibu Hakim Konstitusi
Assalamualaikum. wr wb
1. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bpk/Ibu Hakim Konstitusi dan kepada seluruh staf dan karyawan MK.
2. Sejak tanggal surat ini saya mengundurkan diri sebagai hakim MK.
3. Walau tidak untuk dipercaya atau tidak perlu percaya kepada saya, kiranya saya perlu menjelaskan kejadian yang sebenarnya, tidak sebagaimana berita media massa sekarang ini:
a) Rabu malam, saya baru sampai di rumah sekitar jam 8 lewat, mandi ganti pakaian dan berbicara dengan istri, saya diberitahu ada tamu oleh penjaga rumah kediaman. Saya menuju ke pintu mau membuka pintu lalu ada ketukan. Saat pintu saya buka, ada petugas dari KPK yang memperkenalkan diri dengan mengatakan ada dua orang lagi duduk di teras halaman depan, dan diminta menyaksikan.
Saya hanya kenal dengan Chairunnisa yang pernah SMS saya beberapa waktu lalu mau bertamu ke rumah, dan saya jawab dengan SMS, silakan tapi jangan malam-malam karena saya ngantuk.
Ketika saya menyaksikan kedua orang itu digeledah, dari laki-laki yang tidak saya kenal itu didapati beberapa amplop, sedangkan dari Chairunnisa hanya didapati beberapa buah HP (ponsel). Satu orang lagi laki-laki yang saya tidak pernah melihat, katanya menunggu di mobil.
Saya merasa saya tidak pernah tertangkap tangan! Selanjutnya saya diminta ke kantor KPK untuk menjelaskan kejadian itu yang terjadi di teras rumah saya itu. Saya tidak tahu latar belakang kejadian. Saya tidak pernah meminta uang atau janji sepeserpun! Yang kemudian saya ditetapkan sebagai tersangka.Banyak saksi kejadian itu, ajudan, petugas jaga dari kepolisian dan security.
Kalau kaitannya dengan pilkada Gunung Mas silahkan diamati rekaman sidang, 2 hakim anggota, 1 panitera pengganti dan panitera. Bagaimana pengambilan keputusan perkara dimaksud. Semua berlangsung sesuai prosedur dan tidak ada satupun dipengaruhi oleh saya.
b) Pilkada Lebak : Saya lebih tidak mengerti lagi karena sudah diputus, sudah dibacakan putusan, semua proses sidang pengambilan keputusan semua dilakukan dengan musyawarah mufakat, tidak ada sama sekali saya mengintervensi, ada panitera pengganti dan panitera yang menyaksikan proses musyawarah tersebut.
Katanya ada SMS dari pengacara Susy (Susi Tur Handayani—Red) kepada saya, meminta dibantu perkara tersebut. Saya tidak pernah meminta, menerima uang atau janji dari perkara tersebut, tapi saya dijadikan tersangka.
4. Demi Allah Yang Maha Menyaksikan, saya akan menghadapi ini dengan tabah dan yakin terhadap semua ini. Tiada pertolongan yang lebih baik kecuali dari Allah.
Di tengah berita yang mendzolimi saya, menyudutkan dengan hal-hal yang aneh mengikuti perkara ini, saya tidak akan mengubah sikap saya terhadap bangsa ini.
Saya bukan penghianat! Walau saya harus mati untuk itu semua.
5. Terakhir, kepada Bapak/Ibu Hakim maupun kolega saya, jika dalam perjalanan yang panjang ini, siapa tahu istri dan anak-anak saya membutuhkan petunjuk, sekiranya Bapak/Ibu jika berkenan, bila mereka bertanya hal yang perlu mereka ketahui, mohon ditegur sapa kepada mereka.
Terima kasih
Hormat saya,
Ttd
Akil Mochtar