REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kasus penggunaan ijazah palsu pada proses sertifikasi guru, disayangkan oleh organisasi guru.
Menurut Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, seharusnya kasus tersebut diusut sampai tuntas. Tak hanya berhenti pada si guru, tapi juga pada lembaga yang mengeluarkan sertifikat.
Selain itu, Retno pun mempertanyakan kontrol Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terhadap perguruan tinggi.
''Semua pelaku ijazah palsu harus ditindak tegas. Selama ini, sudah banyak kasus ijazah palsu tapi penyelesaiannya secara hukum nyaris tak terdengar,'' ujar Retno kepada Republika, Ahad (6/10).
Menurut Retno, kontrol semua pihak terkait terhadap ijazah palsu kemungkinan lemah. Selain itu, bisa saja banyak yang menggunakan ijazah palsu karena kemungkinan selama ini cukup banyak juga yang lulus walau pake ijazah palsu.
''Ya, barangkali ada yang pernah lolos. Jadi, mereka coba-coba,'' katanya.
Namun, kata Retno, berdasarkan pengalamannya tak ada permainan dalam proses sertifikasi guru. Mereka, yang tak lulus memang tak pantas. Sebaliknya, guru yang lulus memang pantas.
''Memang saya sempat menerima beberapa laporan ada 'permainan' di beberapa daerah. Misalnya, Malang dan Semarang,'' katanya.
Sebelumnya, Lembaga Pelatihan Tenaga Kependidikan (LPTK) Swasta se-Indonesia, banyak yang menemukan ijazah palsu pada proses sertifikasi guru. Pemalsuan dokumen tersebut dilakukan oleh oknum guru baik guru honorer (swasta) maupun guru PNS.
Temuan penggunaan ijazah palsu tersebut, di antaranya berasal dari Malang. Di Kota Apel, satu ijazah terbukti palsu dan enam ijazah sedang diselidiki keasliannya. Kemudian, di Surabaya, Surakarta dan Makasar. Bahkan, di Makasar status guru berijazah palsu tersebut sudah PNS.
“Oknum guru yang menggunakan ijazah palsu tersebut ingin agar segera memperoleh tunjangan sertifikasi. Mereka menempuh cara-cara yang tidak dibenarkan,” ujar Ketua Asoasiasi LPTK Swasta, Sulistyo disela Rapat Evaluasi LPTK Swasta se-Indonesia, Jumat (4/10).