Senin 07 Oct 2013 16:55 WIB

Mahfud Usul Majelis Kehormatan MK Dipermanenkan

Rep: Ira Sasmita/ Red: Djibril Muhammad
Mahfud MD
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD mengusulkan pengawasan MK sebaiknya dilakukan dengan menjadikan Majelis Koehormatan MK sebagai lembaga permanen, bukan adhoc.

Sebab usulan pengawasan yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) menurut dia, inkonstitusional.

"Pengawasan memang diperlukan tetapi kalau menetapkan kembali KY (Komisi Yudisial) sebagai pengawas, secara konstitusional tidak bisa dengan Perppu, dan tidak bisa lewat UU. Karena ketentuan tentang itu sudah pernah dinyatakan inkonstitusioanl oleh MK tahun 2006, jadi keperluan pengawasan harus dipenuhi dengan cara lain," kata Mahfud di Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Senin (7/10).

Pengawasan terhadap MK, Mahfud melanjutkan, memang harus dilakukan. Meski nyatanya hakim konstitusi telah membatalkan pengawasan yang dilakukan hakim KY yang diragukan bisa menjalankan fungsi pengawasan dengan baik.

Namun, menjadikan hakim konstitusi sebagai kelompok yang benar tanpa cacat dinilainya sebagai kesalahan. Sebab, untuk menentukan kebenaran diperlukan alternatif-alternatif lain.

Menurut Mahfud, presiden bisa memformulasikan pengawasan yang bagus bagi MK tanpa melanggar konstitusi. Dengan cara membentuk Majelis Kehormatan yang bersifat permanen, sehingga pengawasan bisa dilakukan terus menerus.

Pembentukan Majelis Kehormatan tersebut bisa dituangkan dalam Perppu, termasuk penentuan kriteria anggota majelis.

"Nanti bisa diisi akademisi, ahli agama, ahli hukum, jaksa, polisi. Jadi yang diawasi tidak hanya etika. etika tapi terkait pidana, makanya perlu mantan jaksa, mantan hakim," ungkapnya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempersiapkan Perppu untuk mengawasi Mahkamah Konstitusi. Presiden mengatakan Perppu tersebut mengatur persyaratan, aturan, dan mekanisme, serta seleksi hakim MK.

"Saya, Presiden, berencana mempersiapkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk saya ajukan ke DPR yang antara lain akan mengatur persyaratan, aturan, dan mekanisme, dan seleksi hakim Mahkamah Konstitusi. Ini penting," katanya saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Sabtu (5/10).

Keputusan tersebut diambil Presiden SBY setelah bertukar pikiran dan berdialog dengan Wakil Presiden, Boediono serta para pimpinan lembaga negara. Pada Sabtu (5/10) siang, Presiden SBY sengaja mengundang Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Yudisial, dan Ketua BPK untuk memikirkan masalah MK dan mencari solusi bersama.

Ia mengatakan, rencana pengajuan Perppu tersebut sesuai dengan semangat dalam UUD 1945. Materi Perppu, ia melanjutkan, perlu mendapatkan masukan dari tiga pihak yakni Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

"Kalau ingin menata dalam Perpu menjadi UU, maka tiga pihak inilah yang bertanggung jawab dan kita harapkan aturan yang lebih tepat," katanya.

Ia pun berharap agar jika nantinya Perpu diberlakukan, tidak mudah untuk di Judicial Review atau Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Konstitusi apalagi sampai digugurkan.

"Jika hal tersebu terjadi (pengguguran Perppu), tidak pernah ada sesuatu yang kita lakukan untuk koreksi dan perbaikan," imbuh Presiden.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement