REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan, fraksinya meminta agar pembahasan RUU Pilpres tidak dihentikan begitu saja. Menurut dia, alasan pembahasan RUU Pilpres dihentikan karena waktunya tidak cukup tidak masuk akal.
"RUU ini sudah dibahas satu setengah tahun. Makanya kalau memang banyak fraksi besar ingin menghentikan pembahasan RUU Pilpres lebih baik melalui voting saja agar lebih adil bagi fraksi-fraksi yang tetap ingin membahas RUU Pilpres," kata Hidayat di Gedung DPR RI, Rabu, (22/10).
Kalau RUU Pilpres dihentikan begitu saja, kata Hidayat, maka akan banyak kerugian sebab untuk membahas RUU ini, sudah menghabiskan banyak waktu dan banyak anggaran.
"Sebaiknya diambil keputusan melalui voting seperti saat memutuskan kenaikan harga BBM dulu," katanya.
Voting itu, ujar Hidayat, mekanisme biasa yang sering digunakan untuk mengambil keputusan di DPR. Melalui voting maka rakyat akan melihat fraksi-fraksi mana saja yang mendengarkan suara rakyat dan fraksi mana saja yang hanya mementingkan kepentingan partainya.
PKS, Hidayat menerangkan, ingin RUU Pilpres tetap dibahas karena dalam UU Pilpres terdapat hal-hal yang belum dibahas termasuk aturan soal rangkap jabatan presiden.
Dalam RUU Pilpres mengatur perlunya presiden tidak rangkap jabatan sebagai ketua umum partai sebab ketika ketua umum partai menjadi presiden maka ia harus mengurusi rakyat, bukan memikirkan kepentingan partainya.
Dalam RUU Pilpres, kata Hidayat, juga perlu diatur mengenai aturan kampanye dan dana kampanye melalui media massa. Saat ini banyak capres yang menjadi pemilik dan penguasa media massa sehingga mereka bisa menggunakannya untuk kepentingannya.
Sementara ada capres lain yang tak menguasai media massa, ini menimbulkan ketimpangan dalam kampanye sehingga harus ada pengaturannya.
Presidential threshold 20 persen, ujar Hidayat, terlalu tinggi dan kebanyakan presiden yang diusung selama ini tidak mencapai presidential threshold 20 persen makanya harus diusung melalui koalisi.
"Kami mengusulkan agar presidential threshold mengikuti parliamentary threshold sehingga partai yang punya wakil-wakil di DPR bisa mencalonkan capresnya sendiri," ujarnya.
Kalau memakai UU Pilpres saat ini, kata Hidayat, maka yang bisa maju nyapres calonnya hanya muka lama saja. "Hanya capres dari partai-partai besar padahal masih banyak capres lain yang mungkin bagus dan bisa diajukan," katanya.