Oleh Esthi Maharani
REPUBLIKA.CO.ID, Hampir dua bulan belakangan, intensitas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih banyak berada di luar kota daripada ibu kota.
Ketika berada di Jakarta pun lebih banyak di akhir pekan dan dihabiskan di kediaman di Cikeas atau mengurusi Partai Demokrat. Memang, sebelum-sebelumnya, Presiden SBY sering pula ke daerah. Namun, dalam satu bulan, biasanya hanya dua atau tiga kali dengan durasi maksimal empat hari.
Kunjungan kerja ke daerah mulai intensif dilakukan sekitar September. Pada pertengahan September, ia kunjungan kerja dua hari (19-20 September) ke Nangroe Aceh Darussalam.
Di hari pertama, ia menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Syiah Kuala. Di hari kedua, ia menghadiri Pekan Kebudayaan Aceh (PKA). Setelah itu, ia kembali ke Jakarta.
Selang sehari, ia kembali melakukan kunjungan kerja (22-25 September). Kali ini, ia ke Palembang untuk membuka Islamic Solidarity Games (ISG) pada 22 September. Dari Palembang, ia langsung terbang ke Bali dan berada di sana 23-25 September.
Di Bali, Presiden SBY meresmikan Jalan Tol Nusa Dua - Ngurah Rai - Benoa hingga melakukan pengecekan kesiapan KTT APEC. Presiden SBY pun kembali ke Jakarta.
Hampir sepekan, presiden di istana kepresidenan seperti biasa. Mengadakan rapat terbatas bersama menteri hingga menerima kunjungan kenegaraan dari Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) serta menerima kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Australia, Tony Abbot.
Tak lama berselang, ia pun kembali melakukan kunjungan kerja (5-10 Oktober). Di mulai dengan KTT APEC. Presiden sudah berangkat pada 5 Oktober. Selain KTT APEC, Presiden pun langsung terbang ke Brunai Darussalam untuk menghadiri 23rd ASEAN Summit.
Ia baru kembali ke Jakarta pada 10 Oktober. Di akhir pekan, ia menerima kunjungan kenegaraan Presiden Korea Selatan, Park Geun Hye serta Presiden India, Manmohan Singh.
Setelah itu, lagi-lagi, Presiden berangkat kunjungan kerja (15-19 Oktober) ke Pacitan, Jawa Timur alias pulang kampung dan Yogyakarta. Kembali ke Jakarta, sempat beristirahat sehari untuk kemudian kembali melakukan kunjungan kerja (21 Oktober) lewat jalur darat ke Sukabumi untuk meresmikan pencanangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJPS).
Esok harinya, kembali terbang untuk kunjungan kerja (22-24 Oktober) ke Yogyakarta menghadiri undangan pernikahan Sultan Hamengkubuwono X dan ke Kalimantan Selatan untuk meresmikan sejumlah proyek MP3EI.
Selang beberapa hari setelah kedatangannya, ia kembali terbang ke Padang, Sumatera Barat untuk meresmikan jembatan kelok Sembilan. Ia akan berada di provinsi tersebut selama empat hari (28-31 Oktober). Setelah itu, rencananya, Presiden SBY akan kembali terbang ke Bali untuk menghadiri Bali Democracy Forum (6-8 November).
Dalam kunjungan kerjanya, Presiden SBY hampir selalu mengambil kesempatan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Misalnya ketika ke Kalimantan Selatan, ia berinteraksi dengan para pedagang di pasar apung membeli sejumlah bahan pangan dan memakai topi khas daerah tersebut.
Saat di kampung halamannya pun, ia menyempatkan bermain bola voli di GOR Pacitan. Di Padang, ia pun sempat pula mampir ke air terjun lembah Anai. Seringnya Presiden SBY ke daerah tak semata-mata untuk kunjungan kerja. Hal ini diakuinya saat menghadiri HUT ke-12 Partai Demokrat pada 26 Oktober lalu.
Dalam pidatonya, ia secara blak-blakan menegaskan akan memimpin kader Partai Demokrat untuk mengambil hati masyarakat dengan langsung turun ke lapangan. Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, SBY gencar mengajak agar para kadernya untuk turun dan menyapa masyarakat. Ia pun mengatakan bersedia menjadi contoh dan memimpin gerakan tersebut.
“Bersama-sama saya nanti bicara dengan rakyat,” katanya saat HUT ke-12 Partai Demokrat di Sentul pada akhir pekan lalu di Sentul. SBY menyadari tahun politik sudah semakin memanas. Partai lawan sudah bergerak.
Maka Partai Demokrat pun harus melakukan hal serupa. Cara turun langsung ke masyarakat menjadi jalan yang dipilihnya. Dalam acara HUT ke-12 Partai Demokrat, ia menceritakan di beberapa daerah bendera dan baliho partai-partai politik sudah bertebaran. Namun, tidak demikian halnya dengan atribut Partai Demokrat.
Menurutnya, dibandingkan yang lain, atribut Partai Demokrat jauh lebih sedikit. “Partai kita, bendera, baliho, itu minim sekali. Kalah jauh dibandingkan partai lain. Saya tidak menyalahkan siapa-siapa karena memang kita tidak punya kemampuan melimpah ruah untuk membiayai semua kegiatan itu,” katanya.
Untuk pasang iklan di media massa pun, SBY mengatakan tidak semudah dibayangkan karena terbentur dana. Menurutnya, pasang iklan di media massa terutama televise bisa memakan hingga miliaran rupiah sedangkan Partai Demokrat tidak memiliki kekuatan financial yang memadai.
Karena itu, jika berbicara di media massa sulit dilakukan, cara yang dianggapnya paling efektif adalah dengan turun langsung dan bertemu dengan masyarakat.
“Dan tolong kalau memang tidak mudah berbicara di media massa, rajinlah berbicara dengan saudara-saudara kita di desa-desa, di kampung-kampung, dan sebagainya. Karena kita juga tidak mungkin pasang iklan besar-besar, itu ratusan miliar bahkan triliunan, kita tidak mampu. Oleh karena itu, pimpinan, kader PD tingkat anak cabang dan ranting, mari kita tingkatkan komunikasi dengan rakyat,” katanya.