Senin 04 Nov 2013 06:59 WIB

PDI Perjuangan: Pemerintah Perlu Terbitkan Perppu Penyadapan

Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo
Foto: Ismar Patrizki/Antara
Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo memandang perlu Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Penyadapan menyusul maraknya aksi tersebut, baik oleh negara lain maupun instansi di dalam negeri.

"Melihat gelagat dan situasi dinamis yang berkembang saat ini, yakni banyak terjadi aksi penyadapan oleh negara lain dan di berbagai instansi/lembaga/kelompok-kelompok masyarakat yang saling intai di Indonesia khususnya dengan berbagai kepentingannya, memang diperlukan perpu yang mengatur tentang penyadapan," katanya Senin (4/11).

Sebelumnya, sejumlah negara seperti Jerman, Prancis, Cina, India, Malaysia, Thailand, Vietnam, Timor Leste, dan Indonesia tersentak dengan pemberitaan yang menyebutkan bahwa kepala pemerintahan dan negara-negara tersebut disadap oleh instansi intelijen pemerintah Amerika Serikat dan Australia.

Mantan konsultan Badan Keamanan Nasional (NSA) AS Edward Snowden membocorkan dokumen NSA soal kegiatan penyadapan pemerintah AS di berbagai negara. Dokumen yang dibocorkan tersebut disiarkan oleh harian The Sydney Morning Herald, Australia, dan Majalah Der Spiegel, Jerman, baru-baru ini.

Tjahjo yang juga alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu menegaskan bahwa Presiden perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Penyadapan sebelum ada UU yang mengatur hal tersebut.

"Karena kekosongan hukum ini dapat dipakai sebagai pertimbangan keadaan genting yang memaksa, sebagaimana ketentuan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata anggota Komisi I DPR RI itu.

Pasal 1 Butir 4 UU No.12/2011 menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Selama ini, aturan mengenai penyadapan itu tersebar dalam sejumlah UU, misalnya, UU No. 36/1999 tentang Telekomunikasi (Pasal 40), UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Pasal 12), UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 31), UU No. 35/2009 tentang Narkotika (Pasal 1 Angka 19, Pasal 75 Huruf i, Pasal 77, dan Pasal 78), dan UU No. 17/2011 tentang Intelijen Negara (Pasal 31, 32, dan Pasal 47).

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement