REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Ahmad Fathanah. Majelis hakim menilai Fathanah telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengurusan permohonan kuota impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Fathanah juga diminta membayar denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Saat mendengar vonis, Fathanah sempat menunduk. Ia menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut.
"Saya sendiri merasa itu sangat berat," kata dia selepas persidangan kepada awak media Senin (4/11).
Meskipun divonis bersalah, Fathanah merasa tidak melakukan seperti yang telah dituduhkan kepada dia. Namun, Fathanah tidak terburu-buru untuk mengajukan banding. Ia mengatakan, akan terlebih dulu berkonsultasi dengan penasihat hukumnya.
"Saya menyampaikan pikir-pikir. Nanti lewat penasihat hukum akan menyampaikan apa yang kami ambil dalam langkah berikutnya," kata dia.
Fathanah terbukti bersalah
Majelis hakim menilai Fathanah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu primair Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto (jo) Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Fathanah terbukti menerima uang senilai Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna, Maria Elizabeth Liman, dari total yang dijanjikan sebesar Rp 40 miliar. Dana itu terkait permohonan penambahan kuota impor daging sapi PT Indoguna dan beberapa anak perusahaannya sebesar 8 ribu ton.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyebut Fathanah menyampaikan komitmen fee dari Maria kepada Luthfi Hasan Ishaaq. Luthfi saat itu masih menjabat sebagai anggota DPR RI dan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Majelis hakim menilai adanya kerja sama antara Fathanah dan Luthfi untuk membantu Maria.
Janji Rp 40 miliar itu dimaksudkan untuk menggerakan Luthfi agar permohonan penambahan kuota PT Indoguna dapat terealisasi.
"Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan penyelenggara negara," kata hakim.
Selain tindak pidana korupsi, majelis hakim juga menyatakan Fathanah bersalah melakukan TPPU aktif sebagaimana dakwaan kedua Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Pada kurun waktu Januari 2011-Januari 2013, Fathanah dinilai telah mentransfer, membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan mata uang dengan total Rp 38,7 miliar.
Majelis hakim menilai transaksi keuangan itu tidak sesuai dengan profil penghasilan Fathanah yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Fathanah dinilai tidak bisa membuktikan harta kekayaannya itu bukan berasal dari tindak pidana korupsi.