REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar mengakui adanya pemberian uang kepada sejumlah artis dangdut, salah satunya Rya Fitria. Tapi, menurut Akil, pemberian uang tersebut hanya terkait dengan pengisi acara saat ia menjadi calon Gubernur Kalimantan Barat pada 2007 lalu.
Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjerat para penerima uang yang diduga dari hasil tindak pidana yang dilakukan Akil. "Dalam pasal 5 UU TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), pihak yang menerima padahal tahu atau diduga mengetahui, uang itu hasil dari kejahatan, ini dapat dikenakan hukuman selama lima tahun penjara," kata Agus yang kepada ROL usai acara di Taman Anggrek Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Selasa (5/11).
Agus menjelaskan dalam pidana pencucian uang, ada tiga pelaku yaitu pelaku aktif, fasilitator dan pelaku pasif. Pelaku aktif adalah pihak yang dengan sengaja menyamarkan dan menyembunyikan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana.
Sedangkan fasilitator adalah pihak yang membantu dalam menyamarkan misalnya isteri yang menyamarkan uang dari tindak pidana untuk asuransi anak, membeli rumah dan perhiasan. Sedangkan penerima pasif dapat disebut sebagai penadah yang dapat dimintai pertanggungjawabannya berdasarkan pasal 5 UU TPPU.
Menurut Agus, para perempuan yang mendapatkan aliran dana dari tersangka TPPU dan jika dalam proses persidangan dan penyidikan terbukti mengetahui tapi tetap menerima maka dapat disebut penerima pasif. Bahkan dapat disebut fasilitator dan pelaku aktif jika ikut menyamarkan dan menyembunyikannya. "Kita terus mendorong KPK untuk dapat melakukan penuntutan terhadap isteri ataupun perempuan-perempuan yang menjadi penerima uang dari tindak pidana ini," ujarnya.
Namun begitu ia masih pesimistis melihat kondisi perkembangan penanganan kasus TPPU. Pasalnya selama ini KPK tidak juga dapat menjerat para isteri maupun perempuan dekat dari terdakwa kasus TPPU.
Ia mencontohkan yaitu dalam kasus Irjen Djoko Susilo dan Ahmad Fathanah. Atau kasus Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, dimana isterinya, Milana Anggraeni tidak dijerat sama sekali. Kasus Akil ini dapat menjadi pertaruhan bagi KPK apakah dapat menjerat juga isteri dan perempuan dekat Akil.
"Kalau diterapkan tuntutan kumulatif, bisa dilakukan pembuktian terbalik. Kalau tidak dapat dibuktikan, bisa dilakukan perampasan untuk negara. Maka KPK dapat menjerat penerima yang kebetulan para perempuan ini," jelas Agus.