REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp7 triliun untuk pembayaran kompensasi PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Dana tersebut menyusul telah berakhirnya Perjanjian Induk antara pemerintah Indonesia dengan para investor perusahaan yakni Jepang pada 31 Oktober lalu.
Menteri Keuangan (Menkeu) M Chatib Basri melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 144/PMK.06/2013 yang ditandatangani pada 2 Oktober 2013 lalu menegaskan, pelaksanaan pengambilalihan PT Inalum melalui pengalihan saham Nippon Asahan Alumunium (NAA) Co. Ltd. Sebanyak 58,88 persen dibiayai dari dana investasi. Dana tersebut, terdiri atas: a. Dana Investasi Pembelian PT Inalum yang telah ditempatkan dalam Rekening Induk Dana Investasi untuk Pembelian PT Inalum pada Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebesar Rp 2 triliun; dan b. Dana Pembiayaan Investasi Pengambilalian PT Inalum sebesar Rp 5 triliun.
“Dana Investasi Pembelian PT Inalum berasal dari APBN Tahun Anggaran 2012 pada pos Investasi Pemerintah, sedangkan dana pembiayaan investasi pengambilalihan PT Inalus berasal dari APBN Tahun Angggaran 2013 pada pos Pembiayaan Investasi Dalam Rangka Pengambilalihan PT Inalum,” bunyi Pasal 1 Ayat (4,5) Peraturan Menteri Keuangan tersebut.
Meski, menurut Menkeu, pembayaran pengambilalihan saham NAA pada PT Inalum dilakukan berdasarkan hasil perundingan antara Tim Perundingan dengan NAA, yang selanjutnya akan mengatur nilai pengalihan saham dan pihak yang akan menerima pembayaran pengalihan saham PT Inalum. Adapun pencairan dana investasi pembelian PT Inalum dilakukan dalam mata uang dolar AS.
Dalam Permen itu juga diatur soal sengketa. Jika terjadi sengketa mengenai nilai pengalihan saham PT Inalum yang harus diselesaikan melalui proses arbitrase, maka dana investasi pemberlian PT Inalum yang masih tersedia dalam Rekening Induk Dana Investasi untuk pembelian PT Inalum pada PIP digunakan untuk pembayaran selisih nilai pengalihan saham yang disengketakan sesuai putusan arbitrase.