REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM TIMUR -- Hingga beberapa pekan lalu, sebagian pakar Israel dan Palestina menepis kemungkinan pemberontakan warga Palestina dalam waktu dekat.
Namun, rancangan undang-undang Israel tentang pemberian hak bagi umat Yahudi untuk berdoa di taman Masjid Al Aqsa, bakal memaksa beberapa pengamat mempertimbangkan kembali penilaian mereka sebelumnya.
Seperti diketahui, Masjid Al Aqsa berada di dalam area kompleks yang disebut Al Haram Asy Syarif. Tempat ini telah lama menjadi kompleks bangunan suci eksklusif umat Islam, tepatnya sejak penaklukan Arab dari Palestina pada abad ke-7. Namun, masjid ini dibangun di atas Har Habayit yang menurut keyakinan umat Yahudi merupakan salah satu situs paling suci bagi mereka.
“RUU yang sedang dibahas di parlemen Israel saat ini akan mengatur waktu dan tempat bagi orang-orang Yahudi yang ingin berdoa di kompleks tersebut,” tulis sebuah laporan Aljazeera yang dikutip Rabu (13/11).
Memicu perdebatan
Sejak tentara Israel menduduki Yerusalem pada 1967, Al Haram Asy Syarif telah menjadi saksi beberapa peristiwa provokatif. Pada 1969, seorang Australia Kristen-Zionis bernama Denis Michael Rohan membakar mimbar indah Masjid Al Aqsa.
Padahal, mimbar ini dulunya diletakkan di sana oleh Shalahuddin Al Ayyubi setelah merebut kembali Yerusalem dari Tentara Salib pada tahun 1187. Selanjutnya, pada 1982, seorang tentara Israel Yahudi Amerika, Alan Goodman, menembakkan senapan otomatis pada jamaah Muslim di Kubah Batu. Akibatnya, dua orang tewas dan sebelas lainnya luka-luka.
Pada 2000, pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon mengunjungi Al Haram Asy Syarif didampingi seribu orang polisi. Kala itu, Sharon menegaskan situs tersebut akan selalu berada di tangan orang-orang Yahudi. Hal ini kemudian memicu terjadinya Intifada Kedua.
Umat Muslim melihat setiap perambahan yang dilakukan Yahudi di situs tersebut sebagai serangan terhadap iman mereka. Syeikh Muhammad Hussein, Grand Mufti Yerusalem yang juga mengelola situs ini mengatakan, Masjid Al Aqsa merupakan bagian dari kepercayaan seorang Muslim.
“Namanya secara tegas telah disebutkan dalam Alquran,” katanya.
Artinya, lanjut Muhammad Hussein, upaya Israel menguasai Al Haram Asy Syarif sama saja dengan menyerang Kabah di Makah, tempat paling suci dalam Islam. “Saya tidak dapat membayangkan umat Islam di seluruh dunia akan tinggal diam karena mereka melihat orang-orang Yahudi menodai situs suci mereka. Masalah ini jauh lebih besar dari sekadar politik,” tuturnya.