REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi I DPR meminta pandangan politik luar negeri Indonesia yang diterjemahkan dengan ungkapan million friends and zero enemy dikritisi dan ditinjau kembali.
"Tidak ada negara yang tidak memiliki musuh. Seharusnya Indonesia perlu memilah mana kawan mana lawan, bukan semua dianggap kawan," kata Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq di Jakarta, Jumat (22/11).
Menurutnya, pandangan itu menimbulkan kesan negara tidak memiliki sikap dan tidak memetakan kebijakan luar negeri yang strategis. "Tidak ada referensi jelas mana kawan dan mana lawan," ucap politisi PKS tersebut.
Beberapa pengamat hubungan internasional juga sebelumnya pernah mengkritisi pandangan ini. Karena membuat Indonesia seperti tidak memiliki identitas.
Pandangan tersebut dikemukakan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009 saat terpilih kembali menjadi kepala negara. Dalam kasus penyadapan, Indonesia, dengan pandangan luar negeri "jutaan teman dan tidak ada musuh", memang bukan bagian lingkaran aliansi sinyal intelijen dunia.
Yang dimaksud Mahfudz adalah aliansi kegiatan intelejen dunia five eyes (lima mata) yang diprakarsai Amerika Serikat (AS) dan beranggotakan Australia, Inggris, Kanada, dan Selandia Baru. "Indonesia tidak termasuk bagian dari aliansi tersebut. Ya sebenarnya wajar jika dijadikan target penyadapan," katanya.
Dia menyatakan, hal yang dapat dilakukan Indonesia sekarang adalah bersikap tegas terhadap negara yang terbukti melakukan penyadapan. Termasuk AS dan membenahi sistem keamanan informasi pejabat negara.
Indonesia juga dihadapkan pada tantangan untuk membentuk fungsi kontra-intelejen pada Lembaga Sandi Negara dan Badan Intelejen Negara untuk memperkuat sistem informasi rahasia.