REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Lesunya harga komoditas membuat penjualan semen di wilayah Sumatera melambat. Harga komoditas sangat berpengaruh pada permintaan semen di wilayah barat Indonesia tersebut.
"Kebutuhannya kurang dari dua persen. Ini sudah menjadi karakteristik masyarakat Sumatera," ujar Direktur Keuangan PT Semen Padang (PTSP) Epriliyono Budi kepada Republika, akhir pekan lalu. Karena harga komoditas turun, pertumbuhan permintaan di daerah yang menjadi sumber komoditas seperti Aceh dan Bangka Belitung ikut turun.
PTSP memproyeksikan pertumbuhan permintaan di wilayah Sumatera hingga akhir tahun hanya sekitar dua persen. Tahun depan, pertumbuhan diproyeksikan sedikit membaik menjadi tiga persen, sementara nasional hanya tumbuh 5,5 persen. Masih rendahnya pertumbuhan permintaan ini lantaran adanya beberapa isu, yaitu seperti pesta demokrasi dan penarikan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), the Federal Reserve.
Namun optimisme pertumbuhan permintaan semen datang dari komitmen pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur di Indonesia. Proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) diharapkan dapat menjadi pendorong penjualan semen di Indonesia, terutama wilayah Sumatra.
Saat ini, PTSP mencatat penjualan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksinya. Kapasitas produksi perseroan hanya 6,5 juta ton per tahun, sedangkan penjualannya diperkirakan mencapai 7,1 juta ton. "Untuk memenuhi kebutuhan penjualan, kami mendapatkan sisanya dari grup," ujar Epriliyono. PTSP merupakan salah satu perusahaan yang berada di bawah PT Semen Indonesia Tbk (SMGR).