REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Keberadaan jamban di setiap rumah berpengaruh besar terhadap kesehatan anggota keluarga. Sayangnya, di Kabupaten Indramayu, sekitar 700 ribu warga saat ini belum memiliki jamban.
''Jumlah itu tersebar di berbagai daerah,'' ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Dedi Rohendi, saat ditemui usai acara Peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-49 tahun, di GOR Singalodra, Kabupaten Indramayu, Selasa (27/11).
Dedi mengatakan, warga yang tidak memiliki jamban itu tak hanya tinggal di pinggiran sungai dan pedesaan. Namun, ada juga yang tinggal di perkotaan.
Menurut Dedi, kondisi itu terjadi akibat rendahnya kesadaran warga untuk memiliki jamban. Selama ini, mereka memilih untuk buang air besar di sungai ataupun sawah. Namun, ada juga warga yang memang tidak mampu membeli jamban.
''Padahal, buang air besar di sembarang tempat akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan warga mau pun lingkungan,'' terang Dedi. Menurut Dedi, feses yang tercecer sembarang akan dapat mempercepat penyebaran penyakit, misalnya, penyakit diare dan thypus.
Untuk mengatasi hal tersebut, Dedi menjelaskan, pihaknya melaksanakan program open depecation free (ODF). Yakni penyuluhan mengenai pentingnya jamban maupun pemberian bantuan jamban secara gratis.
Dalam kesempatan yang sama, Kabid Promkes Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu Yahya SKM menyebutkan, program ODF sementara ini baru dilaksanakan di lima desa. Yakni Desa Gedangan, Dukuh, Kalen Sari, Panyingkiran Lor dan Lemahabang.
Yahya menambahkan, selain tidak memiliki jamban, sekitar 70 persen dari jumlah penduduk Kabupaten Indramayu juga belum terbiasa mencuci tangan. Padahal, tangan yang kotor merupakan salah satu media masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh.
''Kondisi itu terjadi akibat kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya mencuci tangan,'' tutur Yahya.