REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tuduhan media Australia bahwa intelijen Indonesia melakukan penyadapan terhadap Australia dan negara-negara Barat menggunakan alat sadap dari Cina dianggap hanya sebagai pengalihan isu. Tujuannya diprediksi agar Australia tidak perlu meminta maaf terhadap Indonesia.
Hal ini disampaikan Ketua Fraksi Hanura DPR, Sarifuddin Sudding. Dia mengatakan, tuduhan media Australia tidak disertai bukti-bukti yang relevan, dan hanya berdasar pada sebuah sumber anonim, Rabu, (27/11).
Tuduhan media Australian tersebut, kata Sudding, tidak perlu direspons oleh Pemerintah Indonesia. “Itu hanya tuduhan yang tidak berdasar, Australia ingin mengalihkan isu fakta penyadapan yang dilakukan oleh pemerintah Australia terhadap Indonesia. Mereka hanya menuduh tanpa memberikan bukti-bukti penyadapan tersebut.”
Sudding meminta pemerintah Indonesia fokus pada permintaan maaf serta menindaklanjuti sikap Indonesia terhadap Australia, terkait fakta penyadapan, sebagaimana yang dibeberkan oleh Edward Snowden. Serangan balik melalui berita itu jangan sampai mengalihkan perhatian dari permintaan penjelasan resmi Australia atas penyadapan yang sudah dilakukan oleh mereka.
“Saya menganggap tuduhan media Australia juga tidak dapat dipertanggungjawabkan. Mereka menggunakan sumber anonim, dan faktanya juga tidak bisa dibuktikan,” ujar Sudding.
Menurut Sudding, tuduhan penyadapan yang ditulis oleh media Australia berbeda dengan fakta kasus penyadapan Australia kepada Indonesia. Sebab penyadapan yang dilakukan Australia terhadap Indonesia telah dibeberkan dengan detil oleh Edward Snowden, lengkap dengan detail penyadapan.
Tuduhan terhadap Indonesia meluncur melalui jaringan media News Corp di laman news.com.au, pada hari Selasa (26/11). Mengutip sumber intelijen Australia, Indonesia dan Cina disebut melakukan operasi intelijen gabungan yang menyasar pemerintah dan warga Australia.
News Corp juga memaparkan, jaringan telepon pejabat, diplomat, perusahaan serta warga Australia telah disadap oleh perusahaan-perusahaan yang terkait dengan militer Indonesia. Hasil operasi penyadapan itu lantas diserahkan kepada otoritas militer Cina, melalui badan intelijen militer Indonesia.