REPUBLIKA.CO.ID, Ulama Mazhab Hanafi juga menambah hukuman tambahan lain bagi wanita yang tidak mau bertobat, yaitu memenjarakannya sampai mati, karena menurut mereka wanita tidak boleh dibunuh. Menurut ulama Mazhab Maliki, hukuman pengganti bagi anak kecil yang murtad adalah penjara seumur hidup, kecuali apabila mereka bertobat.
Hukuman tambahan yang dikenakan kepada orang murtad, menurut ulama fikih ada dua bentuk, yaitu: menyita seluruh hartanya; dan hilangnya hak bertindak hukum.
Terhadap penyitaan harta orang murtad, terdapat perbedaan pendapat ulama fikih. Jumhur ulama fikih menyatakan bahwa seluruh harta orang murtad sejak ia menyatakan diri murtad dijadikan di bawah penguasaan hakim. Apabila ia bertobat, hartanya dikembalikan kepadanya, dan apabila ia tidak mau bertobat dari kekafirannya bahkan melarikan diri ke luar daerah Islam, maka seluruh hartanya yang ia peroleh sebelum murtad, menurut Imam Abu Hanifah, menjadi hak ahli warisnya dan dibagi sesuai dengan pembagian warisan masing-masing.
Sedangkan harta yang diperoleh orang murtad itu selama ia murtad diserahkan ke perbendaharaan negara. Ulama Mazhab Syafi‘i dan Maliki sependapat dengan Imam Abu Hanifah. Namun menurut mereka, harta itu tidak dibagi kepada ahli waris, tetapi menjadi milik bersama umat Islam, sama dengan harta rampasan perang dan diserahkan ke perbendaharaan negara, baik harta itu diperolehnya sebelum maupun dalam keadaan ia murtad.
Imam Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, dan ulama Mazhab Hanbali berpendapat bahwa harta orang murtad hanya berpindah tangan apabila orang murtad itu wafat. Apabila ia lari ke negeri non-Islam, menurut Imam Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, hartanya juga berpindah tangan kepada ahli warisnya.
Akan tetapi, menurut ulama Mazhab Hanbali, hal tersebut tidak membuat ia kehilangan hartanya. Apabila orang itu wafat, menurut ulama Mazhab Hanbali hartanya sama statusnya dengan harta orang kafir, boleh diambil siapa saja yang mampu.
Hukuman tambahan lainnya bagi orang murtad adalah hilangnya beberapa hak bertindak hukum yang berkaitan dengan harta, yaitu ia tidak berhak mewarisi harta ahli warisnya yang wafat, seluruh tindakan hukumnya yang bersifat perdata dianggap tidak berlaku, sampai statusnya jelas. Apabila ia tetap murtad, maka seluruh tindakan hukumnya dianggap batal. Akan tetapi, jika ia kembali masuk Islam, maka seluruh transaksi yang telah ia buat dianggap sah.