REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan anggota DPR RI Izedrik Emir Moeis mengungkapkan kutipan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) beberapa saksi dalam kasus yang menjeratnya. Emir menuangkan isi BAP saksi itu dalam nota keberatannya (eksepsi).
Jaksa penuntut umum mendakwa Emir telah menerima uang untuk mengusahakan konsorsium Alstom Power Inc menjadi pemenangan tender pembangunan PLTU Tarahan, Lampung, pada 2004.
Namun, menurut Emir, dari keterangan belasan saksi yang terkait proses tender tidak ada yang menyatakan dia berperan untuk memenangkan Alstom. "Semuanya mengatakan tidak mengetahui tentang peran Emir Moeis," katanya, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (5/12).
Emir mengatakan, saksi tidak menyebut dia berperan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan PLTU Tarahan. Ia menyebut, saksi juga tidak ada yang menyebut dia melakukan pertemuan dan pembahasan proyek tersebut.
"Sangat absurd kalau saya disebut melakukan korupsi," ujar politisi PDI-Perjuangan itu.
Dalam eksepsinya, Emir membacakan keterangan dari Ketua Panitia Pengadaan proyek PLTU Tarahan, Bambang Tetuko. Menurut Emir, Bambang mengatakan tidak pernah bertemu dan tidak pernah berkomunikasi dengan dia.
Selain itu, menurut Emir, Bambang juga mengaku tidak pernah secara langsung berkomunikasi dengan dia atau orang yang mengatasnamakan dirinya. Ia juga menyebut keterangan beberapa saksi lain dari panitia pengadaan yang menerangkan hal serupa.
Emir juga membacakan kutipan BAP dari mantan Direktur Utama PLN Eddie Widiono Suwondho. Eddie menyebut kenal dengan Emir. Namun dalam keterangannya yang lain, Emir mengatakan, Eddie menyebut tidak pernah melakukan pertemuan dan pembahasan mengenai proyek PLTU Tarahan dengan dia. Emir juga membacakan kutipan keterangan dari sebelas saksi lainnya.
Menurut Emir, jika dia ingin membantu Alstom Power maka dia harus berhubungan dengan pihak yang mengurus tender. Namun, ia mengatakan, dari fakta yang diperolah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak ada yang menyebut keterlibatan dia.
"Tidak masuk diakal kalau saya dituduh menggunakan wewenang saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang menjadi kewajiban saya," katanya.
Emir juga mengatakan, dalam proses tender, panitia pengadaan bekerja sama Tokyo Electric Power Services Co Ltd (TEPSCO). Selain itu, dalam keputusannya ada keterlibatan dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Padahal, ia mengatakan, tidak pernah berhubungan dengan pihak dari TEPSCO dan JBIC.
"Yang paling menentukan di sini adalah JBIC, namun saya heran kenapa justru JBIC tidak dipanggil dan dimintai keterangan sebagai saksi. Demikian pula dengan TEPSCO," ujarnya.
Dengan eksepsinya ini, Emir memohon kepada majelis hakim untuk menolak atau tidak menerima dakwaan jaksa penuntut umum. Penasihat hukum Emir juga memohon hal senada pada majelis hakim.
Setelah mendengar nota keberatan itu, jaksa meminta waktu kepada hakim untuk memberikan tanggapan. Majelis hakim memberikan waktu sepekan bagi jaksa.
Dalam surat dakwaan, Emir disebut menerima 423.985 dolar Amerika Serikat (AS) dari anggota konsorsium Alstom Power. Uang itu diberikan melalui Presiden Pacific Resources Incorporate, Pirooz M Sarafi.
Jaksa menyebut uang itu diberikan kepada Emir yang telah mengusahakan konsorsium PT Alstom Power untuk memenangkan proyek pembangunan PLTU Tarahan, Lampung pada 2004.
Perbuatan Emir dinilai bertentangan dengan kewajibannya yang saat itu masih sebagai anggota Komisi VIII DPR RI yang membidangi Energi dan Sumber Daya Mineral.