REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof Yohanes Usfunan berpendapat bahwa media massa sering kali tidak jujur dan adil dalam memuat hak jawab dari narasumber yang merasa dirugikan atas pemberitaan sebelumnya.
"Hak jawab sering kali dimuat pada sudut kecil, sedangkan berita sebelumnya dimuat besar pada halaman satu," katanya pada diskusi terbatas bertajuk 'Menghargai Hak Jawab Masyarakat terhadap Pemberitaan Pers' di Denpasar, Senin.
Menurut dia, sudah saatnya otoritas pers dalam konteks pemberitaan lebih memperhatikan larangan dan kewajiban yang digariskan UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
"Kebebasan pers jangan dimaknai kebablasan yang dapat menimbulkan kesan sewenang-wenang dan dikhawatirkan mengganggu hak asasi pihak lain," ucapnya pada diskusi yang digelar Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali itu.
Usfunan mengingatkan masyarakat berani menggugat atau melaporkan jika merasa dirugikan oleh pemberitaan media.
"Kebebasan yang kebablasan berpeluang menganggu keamanan dan ketertiban," ucap Usfunan yang juga mantan jurnalis tersebut.
Pandangan yang tidak jauh berbeda diungkapkan pakar hukum tata negara dari Universitas Udayana Dr Dewa Gede Palguna. Menurut dia, pers acap kali berlindung di balik kepentingan publik.
"Padahal ketika ditelusuri, publik yang dimaksud itu anonim. Jadi, akan sangat berbahaya jika pers menghamba pada kepentingan seseorang, termasuk pemilik usaha. Hal ini seharusnya tak boleh terjadi," ujarnya.
Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi itu menambahkan bahwa salah satu kunci untuk mengembalikan pers pada peran dan fungsinya adalah berpegang teguh pada kode etik jurnalistik.
"Kalangan pers hendaknya memahami betul kode etik jurnalistik sebelum bicara tentang kebebasan pers," kata Palguna.