REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) mendesak pemerintah tidak mengosongkan kolom agama di KTP elektronik. Sebab, mekanisme tersebut dinilai dapat menimbulkan ketidakfaktualan data kependudukan.
Ketua PBNU, Slamet Efendy Yusuf mengatakan, terdapat sejumlah agama lain di luar enam agama yang diakui di Indonesia. Dikhawatirkan, bila ajaran yang mereka yakini tersebut tidak tercantum dalam opsi kependudukan, mereka akan mengisi satu agama tertentu.
"Kalau mereka kemudian mengisi Islam, padahal agama mereka bukan itu, bagaimana? Yang ada jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia tidak valid," kata Slamet pada Republika, Sabtu (14/12).
Dia menambahkan, sebaiknya pemerintah membebaskan masyarakatnya memeluk agama dan kepercayaan secara bebas dan diakui. Sebab, bila dikosongkan, dapat memicu kemunafikan beragama.
Bukan hanya agama tertentu, katanya, pemerintah juga diminta tidak boleh membatasi paham tersebut. Asalkan, para penganut kepercayaan meyakini alirannya adalah suatu agama. "Kalau mereka menganggap kepercaayaan itu sebagai agama. Cantumkan saja di KTP," ujar dia.