REPUBLIKA.CO.ID, QUNU, AFRIKA SELATAN -- Jenazah Nelson Mandela Sabtu tiba di kampung halaman leluhurnya Qunu di Eastern Cape Afrika Selatan, menjelang pemakaman kenegaraan pemimpin anti-apartheid itu dilakukan pada hari berikutnya.
Peti mati yang membawa jenazah presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan itu dibawa dalam sebuah mobil jenazah dari bandara Mthatha, 700 kilometer (450 mil) selatan Johannesburg, dengan pengawalan upacara militer dan dielu-elukan leh banyak lapisan masyarakat di sepanjang jalan.
Mandela meninggal pada Kamis 5 Desember dalam usia 95 tahun, setelah lama menderita infeksi paru-paru, demikian pengumuman Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyatakan berduka atas meninggalnya Nelson Mandela dan menyampaikan "belasungkawa yang paling dalam" kepada keluarga Mandela serta rakyat Afrika Selatan secara keseluruhan.
"Saya sangat sedih oleh meninggalnya Nelson Mandela," kata Ban kepada wartawan di Markas PBB, New York. "Nelson Mandela adalah raksasa bagi keadilan dan inspirasi manusia yang membumi."
"Atas nama PBB, saya menyampaikan belasungkawa saya yang paling dalam kepada keluarga Nelson Mandela, rakyat Afrika Selatan dan tentu saja kepada keluarga global kita," kata Sekretaris Jenderal PBB itu.
Semua wakil dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, yang menghadiri pertemuan terbuka Dewan Keamanan pada Kamis sore, bangkit dan berdiri untuk mengheningkan cipta.
Mandela mendekam di penjara selama 27 tahun setelah dinyatakan bersalah karena melakukan pengkhianatan oleh pemerintah minoritas kulit putih saat itu di Afrika Selatan.
Ia belakangan mengakhiri secara damai kekuasaan kulit putih melalui perundingan dengan para penyekapnya setelah ia dibebaskan pada 1990.
Mandela memimpin Kongres Nasional Afrika, gerakan pembebasan yang lama dilarang selama rejim apartheid, dan meraih kemenangan mutlak dalam pemilihan umum 1994, pemilihan umum demokratis penuh pertama dalam sejarah Afrika Selatan.
Mandela, yang menjadi presiden Afrika Selatan dari 1994 sampai 1999, telah berjuang melawan masalah kesehatan dalam beberapa bulan belakangan, termasuk kambuhnya infeksi paru-paru --yang membuat ia keluar masuk rumah sakit untuk menjalani perawatan.
Mantan presiden Afrika Selatan tersebut diperkenankan pulang dari rumah sakit pada awal September, setelah 85 hari menjalani rawat inap karena kambuhnya infeksi paru-parunya, yang dideritanya akibat lama mendekam di dalam penjara selama era apartheid.
"Nelson Mandela mengabdikan hidupnya untuk melayani rakyatnya dan umat manusia, dan ia melakukan pengorbanan pribadi yang sangat besar," kata Ban.
Secara luar biasa, ia keluar dari 27 tahun tahanan tanpa dendam, dan bertekad untuk membangun Afrika Selatan baru dengan landasan dialog dan saling pengertian, kata Ban.
"Komisi Perujukan dan Kebenaran yang didirikan di bawah kepemimpinannya tetap menjadi contoh bagi terwujudnya perdamaian di dalam masyarakat yang menghadapi warisan pelecehan hak asasi manusia," tambah Sekretaris Jenderal PBB tersebut.
"Banyak orang di seluruh dunia sangat dipengaruhi oleh perjuangannya yang tanpa pamrih bagi martabat manusia, kesetaraan dan kebebasan," kata Ban. "Ia menyentuh kehidupan kita dengan cara pribadi yang sangat dalam."
Sebanyak 91 tamu kehormatan termasuk para raja, ratu, presiden, perdana menteri, para pimpinan organisasi/ badan internasional hadir pada upacara perhormatan di Johannesburg beberapa hari sebelumnya, yang menurut Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma dimaksudkan sebagai pengganti upacara pemakaman Mandela di Qunu di Provinsi Eastern Cape pada Minggu 15 Desember.