Kamis 19 Dec 2013 16:08 WIB

Produksi Gula Nasional Alami Gangguan

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Petani tebu  (ilustrasi)
Foto: Antara
Petani tebu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musim hujan membuat biaya tebang tebu naik signifikan. Dalam kondisi normal, ongkos produksi sebesar Rp 4500 hingga Rp 6000 per kwintal tebu. Kini ongkosnya melonjak hingga Rp 18 ribu per kwintal tebu.

Kasubdit Budidaya Tanaman Semusim Direktur Jenderal Perkebunan Gde Wirasuta berharap ada subsidi untuk menaikkan rendeman gula. Musim penghujan dipastikan membuat rendeman gula turun. Selain itu proses tebang, muat dan pengangkutan tebu perlu diatur. "Jangan sampai petani beralih  menggarap tanaman lain apabila tidak dibantu," katanya kepada ROL, Kamis (19/12).

Cuaca ekstrem juga membuat beberapa Pabrik Gula (PG) tutup, seperti PG Gondang Baru di Klaten dan PG Sragi di Pekalongan. Produksi tebu pun dialihkan ke pabrik lain. Dampaknya, petani harus melakukan penggilingan di tempat yang lebih jauh. Inilah salah satu penyebab ongkos produksi membengkak.

Gde juga melihat masalah lain terkait beredarnya Surat Perintah Tebang Angkut (SPTA). Adanya surat ini membuat kualitas gula tidak terjamin. "Ini seperti sistem ijon, petani menebang lebih awal agar cepat dapat uang tunai," katanya.

Namun kondisi ini tidak lantas menyurutkan upaya untuk peningkatan produksi. Kementan masih menggenjot produksi gula untuk mencapai swasembada pangan gula konsumsi. Akhir tahun depan produksi Gula Kristal Putih (GKP) ditargetkan sebanyak 3,1 juta ton. Target ini merupakan revisi dari target sebelumnya yang mencapai 5,7 juta ton.

Direktur Paska Panen dan Pembinaan Usaha Ditjenbun, Irmijati Nurbahar mengatakan revisi swasembada gula masih dalam kendali Kementan. Berdasarkan evaluasi Kementan, swasembada gula terhambat akibat keterbatasan lahan, tidak adanya revitalisasi pabrik gula dan kualitas rendeman yang rendah.

Berbagai upaya penggejotan produksi yang diajalankan di awal program swasembada (2010) tidak berjalan lancar. Misalnya, lahan 350 ribu hektare (ha) yang diperlukan untuk tanam tebu tidak berhasil didapatkan. Lalu produksi PG jauh dari target karena fasilitas kurang memadai. "Revisi perlu melihat terbatasnya waktu, iklim yang tidak mendukung dan rendeman yang sulit mencapai angka 10 persen," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement