Kamis 19 Dec 2013 16:28 WIB

Tapering Off Lunakkan Gejolak Arus Balik Modal Asing

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Arus modal asing (ilustrasi)
Arus modal asing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (Fed), mengumumkan penarikan dana stimulus moneter (tapering off) yang akan dimulai Januari 2014.    

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bobby Rafinus mengatakan pengetatan moneter secara gradual dari the Fed akan melunakkan gejolak capital flow reversal (pembalikkan arus modal) dari emerging countries (negara berkembang) ke AS. 

Bagi Indonesia, hal ini terkait dengan posisi neraca modal dan keuangan yang diharapkan dapat menutup defisit transaksi berjalan. "Penurunan pemilikan asing pada saham dan surat berharga mungkin akan terjadi seiring dengan pengetatan tersebut dan kenaikan suku bunga di AS," ujar Bobby kepada ROL, Kamis (19/12). 

Menurut Bobby, kemungkinan besar akan terjadi defisit neraca pembayaran sepanjang 2014, apabila defisit transaksi berjalan sulit diturunkan di bawah 3,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) seperti saat ini. 

Berdasarkan data Bank Indonesia, defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III 2013 tercatat sebesar 2,6 miliar dolar AS. Rinciannya, defisit transaksi berjalan 8,4 miliar dolar AS (3,8 persen dari PDB) dan surplus transaksi modal dan finansial 4,9 miliar dolar AS. "Jika itu terjadi berarti, cadangan devisa akan tergerus dan rupiah makin melemah," kata Bobby.

Sebagai gambaran, per akhir November 2013, cadangan devisa tercatat 99,960 miliar dolar AS atau turun tipis dibanding besar per akhir Oktober 2013 99,996 miliar dolar AS.  Sementara nilai tukar tupiah terhadap dolar AS per 16 Desember 2013 berada di posisi Rp 12.105 per dolar AS atau terdepresiasi 23,61 persen secara tahunan. 

Saat ditanya, langkah-langkah yang telah dan akan diambil pemerintah, Bobby mengatakan, pemerintah telah persiapkan pengaman cadangan devisa melalui bilateral swap agreement sebanyak 45 miliar dolar AS. Selain itu, langkah reformasi struktural digiatkan agar investasi asing langsung (foreign direct investment) terus naik. "Ekspor juga didorong memanfaatkan peluang pemulihan ekonomi AS dan Cina," tambah Bobby.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement