REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hajriyanto Y. Tohari mengkritik cara-cara kekerasan yang dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri dalam meringkus para teroris.
Menurutnya kekerasan yang dilakukan Densus dengan menembak mati terduga teroris tidak efektif memberantas terorisme.
"Ini negara hukum, bukan negara para janggo atau negara para cowboy yang gampang mencabut senjata lalu dar der dor!," kata Hajriyanto saat dihubungi Republika, Rabu (1/1).
Politisi Partai Golkar ini menyatakan, selama ini sudah banyak terduga teroris yang ditembak mati Densus 88 tanpa proses hukum. Namun faktanya para pelaku teror bukan semakin berkurang tapi malah semakin banyak bermunculan.
"Ibarat patah tumbuh hilang berganti, esa hiang dua berbilang, lima terduga teroris baru ditembak mati, lahir 10 terduga teroris baru," ujar Hajriyanto.
Kekerasan yang dipertontonkan Densus 88 hanya mampu mengatasi persoalan sesaat. Kekerasan itu tidak akan mampu menuntaskan persoalan terorisme secara keseluruhan.
Hajriyanto berharap ada penanganan dan pendekatan yang lebih manusiawi menangani para pelaku teror.
"Faktor-faktor lahirnya terorisme itu kompleks sekali. Tidak sederhana. Demikian juga penanganannya tidak cukup dengan menembak mati terduga teroris," katanya.