Ahad 05 Jan 2014 12:28 WIB

Presiden: Kenaikan Harga Elpiji Tidak Dikoordinasikan Dengan Baik

Rep: Esthi Maharani/ Red: Maman Sudiaman
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Foto: energitoday.com
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan kenaikan harga elpiji 12 kilogram oleh PT Pertamina (Persero) tidak dikoordinasikan dengan baik dengan pemerintah. Walaupun ia juga mengetahui kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kilogram menjadi kewenangan Pertamina.

Presiden SBY menyesalkan, kebijakan yang membawa dampak luas ini tidak dikoordinasikan dengan baik, dan persiapannya pun juga kurang. “Ini harusnya tidak boleh terjadi,” ujar SBY dalam akun twitter pribadinya.

Menurutnya, meski kenaikan harga ini kewenangan Pertamina dan tidak harus lapor presiden, ia menganggap pemerintah perlu menangani karena menyangkut rakyat banyak. "Saya tahu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan ada kerugian Pertamina sekitar Rp 7 triliun, tetapi solusinya tidak otomatis menaikkan harganya sebesar 60 persen,” tegas SBY.

Ia mengatakan kenaikan harga yang terlalu pesat akan meningkatkan harga barang dan jasa. Pada akhirnya rakyat kurang mampulah yang akan terbebani. Presiden juga mengatakan pada Sabtu (4/1), telah menginstruksikan Wakil Presiden (Wapres) untuk memimpin Rapat Kabinet untuk mencarikan solusi. Presiden SBY meminta agar Wapres Boediono melaporkan hasil rapat kabinet dimaksud beserta solusi yang pro rakyat, saat ia dan rombongan tiba di Halim, Ahad (5/1) siang.

“Arahan saya: jangan sampai meningkatkan inflasi dan membebani rakyat," katanya.

Kenaikan harga elpiji 12 kilogram menuai protes dari masyarakat. Kebijakan tersebut secara serentak berlaku pada 1 Januari 2014 untuk elpiji non subsidi kemasan 12 kilogram di seluruh Indonesia dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen sebesar Rp 3.959 per kg. Di kalangan distributor beberapa daerah harga elpiji 12 Kg mencapai Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu dari harga semula Rp 80 ribu.

Alasan Pertamina menaikkan harga jual elpiji itu karena harga jual elpiji yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp5.850 per kg, sedangkan harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp10.785 per kg. Dengan kondisi ini maka Pertamina selama ini telah "jual rugi" dan menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai Rp 22 triliun dalam 6 tahun terakhir.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement