REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal pengkajian kembali kenaikan harga elpiji 12 kg dinilai terlambat. Pasalnya, rekomendasi perlunya kenaikan harga elpiji nonsubsidi sudah diajukan sejak setahun lalu.
"Mengapa baru sekarang? Bukankah sudah sejak setahun lalu asa rekomendasi ini terkait temuan BPK atas kerugian Pertamia dari bisnis elpiji?" Kata Direktur Eksekutif Center for Energy and Strategic Resources (Cesri) Prima Mulyasari, Ahad (5/1).
Pada tahun lalu, kata Prima, kenaikan ditunda karena bersamaan dengan kenaikan tarif dasar listrik. Pertamina pun mengikuti saran pemerintah untuk menunda kenaikan elpiji nonsubsidi ini.
Dengan kenaikan ini, Prima mengakui arus perpindahan konsumsi elpiji ke tabung 3 kg yang bersubsidi akan semakin besar. Fenomena yang terjadi saat in pun sudah seperti itu.
Yang jelas, pengajar di sejumlah universitas di Jakarta ini meminta agar kenaikan harga elpiji nonsubsidi ini tidak dijadikan komoditas politik untuk pencitraan jelang Pemilu 2014. "Kita perlu ketahanan energi nasional, akan lebih menyengsarakan rakyat jika tata kelola migas seperti elpiji karut-marut," tegas Prima.