REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Perubahan harga elpiji tabung 12 kg menimbulkan reaksi beragam. Kalangan kunsumen mengaku merasa lega karena kenaikan gas elpiji 12 kg akhirnya direvisi menjadi hanya Rp 1.000 per kg.
''Ya, kalau naiknya hanya Rp 1.000 per kg, saya masih bisa menerima. Kalau kemarin, naiknya memang keterlaluan karena hampir dua kali lipat di pengecer,'' jelas Amin (52), pengusaha kecil produsen kripik tempe di Desa Rawalo Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas, Selasa (7/1).
Dia mengaku, ketika harga elpiji 12 kg naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 140 ribu di pengecer, dia sempat akan ganti menggunakan elpiji 3 kg untuk menjalankan usahanya. Namun saat itu, gas elpiji di tabung 12 kg-nya masih belum habis digunakan sehingga menunggu habis.
Karena pemerintah kemudian meninjau ulang kenaikan harga elpiji, dia membatalkan niatnya untuk pindah ke elpiji 3 kg. ''Daripada repot, lebih baik menambah biaya beli elpiji Rp 12 ribu per tabung 12 kg,'' jelasnya.
Dia mengaku, untuk menjalankan usaha kecilnya membuat penganan kripik tempe, dia menggunakan gas elpji 12 kg. Elpiji sebanyak 12 kg tersebut, biasanya akan habis digunakan selama sepekan. ''Kalau saya jadi pindah ke 3 kg, maka harus setiap 2 hari sekali saya membeli elpiji. Ini memang akan merepotkan,'' katanya.
Sementara, kalangan pengecer dan pangkalan elpiji, justru mengeluhkan adanya perubahan harga tersebut. Hal ini karena saat membeli di agen harus mengeluarkan uang Rp 130 ribu per tabung, sementara saat ini harus menjual dengan harga Rp 100 ribu. ''Perubahan harga ini membuat kami mengalami kerugian,'' kata Darmo (43), pengecer elpiji di Purwokerto Timur.
Dia mengaku, Senin (7/12) lalu dia membeli 5 tabung elpiji 12 kg ke salah satu agen. Saat itu, harga pembeliannya Rp 130 ribu. ''Jadi kalau sekarang saya harus menjual Rp 100 ribu, maka saya rugi Rp 30 ribu per tabung. Padahal untuk membeli elpiji ini, saya menggunakan becak yang juga harus dibayar,'' jelasnya.