Jumat 10 Jan 2014 05:25 WIB

Insentif Konsolidasi Belum Efektif Bagi Syariah

Rep: Ichsan Emrald Alamsyah/ Red: Julkifli Marbun
  Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad (tengah) bersama jajaran anggota Dewan Komisioner OJK lainnya (dari kiri-kanan) Kusumaningtuti Sandriharmy, Nurhaida, Nelson Tampubolon, Rahmat Waluyanto, Ilya Avianti dan Halim Alamsyah
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad (tengah) bersama jajaran anggota Dewan Komisioner OJK lainnya (dari kiri-kanan) Kusumaningtuti Sandriharmy, Nurhaida, Nelson Tampubolon, Rahmat Waluyanto, Ilya Avianti dan Halim Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan akan memberikan insentif pada bank yang melakukan merger atau konsolidasi. SHal ini termaktub dalam revisi peraturan BI No. 15/15/PBI/2013 tentang giro wajib minimum (GWM) bank umum dalam rupiah dan valuta asing bagi bank umum konvensional.

Walau ini kabar yang menggembirakan bagi konvensional, pelaku industri syariah menyatakan belum perlu diberlakukan bagi perbankan syariah. Direktur Keuangan dan Operasional PT Bank Muamalat, Hendiarto mengatakan hal ini karena jumlah perbankan syariah masih sedikit.

Ia mengatakan bank umum syariah masih berstatus underbank karena jumlahnya yang masih 11 perseroan.

Sementara perbankan konvensional yang berjumlah diatas 100 bank pantas disebut overbank. Maka revisi BI untuk memberikan kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM (Giro Wajib Minimum) primer dalam rupiah sangatlah tepat. Agar mereka diarahkan untuk melakukan merger atau konsolidasi.

Khusus untuk syariah, ia menganggap insentif itu tak efektif. ia justru menyarankan Bank Indonesia akan lebih baik memberikan insentif untuk operasional perbankan syariah. Seperti intensif khusus untuk pajak, heddging dan lain-lain.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon juga menyatakan hal yang sama. Ia mengatakan untuk saat ini perbankan syariah masih dalam tahap pengembangan.

Sehingga ketentuan GWM Rupiah dan GWM dalam valuta asing masih tetap tak berubah. Hal ini bermakna perbankan syariah memang tak diberikan insentif merger atau konsolidasi.

Untuk saat ini rasio GWM Rupiah sebesar lima persen dari Dana Pihak Ketiga Rupiah. Sedangkan GWM dalam valuta asing sebesar 1 persen dari DPK dalam valas.Sebelumnya berdasarkan pers rilis yang diterima Republika, bank-bank konvensional berkewajiban untuk menyiapkan GWM primer sebesar 8 persen dari dana pihak ketiga (DPK) rupiah.

Sementara, GWM sekunder sebesar 4 persen dari DPK rupiah. Dengan kata lain Industri perbankan harus memiliki GWM LDR pada kisaran 78-92 persen, dan GWM dalam valuta asing sebesar 8 persen dari DPK valas.

Hanya saja BI memutuskan untuk memberikan kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM primer dalam rupiah kepada bank-bank yang melakukan merger atau konsolidasi.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan kelonggaran tersebut ditetapkan sebesar 1 persen selama 1 tahun terhitung sejak merger atau konsolidasi berlaku efektif.Aturan ini berlaku terhitung pada 31 Desember 2013.

Ia menggaris bawahi kelonggaran tersebut dilakukan atas permintaan bank kepada BI. Kemudian disertai persetujuan dari OJK mengenai pemberian insentif merger atau konsolidasi berupa kelonggaran atas pemenuhan GWM Primer dalam rupiah.

BI juga memberikan kelonggaran ketentuan GWM LDR kepada bank yang terkena pembatasan kegiatan usaha oleh OJK terkait dengan penyaluran kredit dan penghimpunan dana. Pemberian kelonggaran ini dilakukan atas dasar permintaan OJK.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement