REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah merasa tak ada diskriminasi dalam penanganan bencana alam. Baik bencana tsunami, gempa bumi, banjir, mau pun letusan gunung berapi.
"Seperti kita ketahui ada beberapa bencana yang merusak, baik tsunami, gempa, banjir, mau pun letusan gunung api sejak 2004 hingga hari ini," kata Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam, Andi Arief, Rabu (22/1).
Menurut dia, pemerintah telah melakukan sejumlah langkah dan tindakan terkait penanganan bencana alam. Misalnya, upaya presiden untuk mengunjungi lokasi bencana alam, meninjau kondisi korban, serta melakukan rapat-rapat koordinasi penanganan bencana di lokasi. Seperti saat Gempa Nabire serta tsunami di Aceh pada akhir Desember 2004.
Selain itu, pada 2005 dan 2006, presiden juga mengunjungi korban tsunami Nias dan korban gempa bumi Sumatra Barat. Serta korban bencana banjir Jember, korban bencana di kabupaten Buru, dan mengunjungi Merapi meninjau kesiapan menghadapi letusan.
"Ada dua hal yang dilakukan SBY dalam setiap bencana tersebut. Pertama mengambil keputusan cepat tentang status bencana dan siapa yang bertanggung mengatasi masa tanggap darurat sesuai undang-undang dan aturan. Kedua, mengunjungi wilayah yang dilanda bencana," katanya.
Andi menegaskan, satu-satunya yang dinyatakan sebagai bencana nasional adalah tsunami dahsyat 2004 yang bukan hanya melumpuhkan wilayah Aceh dan pemerintahannya.
"Saat menetapkan itu presiden sedang berada di Jayapura menengok pengungsi akibat gempa Nabire," ujarnya.
Andi menegaskan, kebijakan kebencanaan tetap meminta tanggung jawab pemda. Kecuali bencana yang melumpuhkan pemerintahan lokal.
Menurut dia, berbeda antara ketidakmampuan pendanaan dengan Ketidakmampuan pengendalian. "Demikian juga besok (23/1), Presiden akan menyampaikan solusi permanen yang tetap memfungsikan pemerintahan lokal," katanya.