REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Operasi militer yang dilakukan pasukan Filipina, untuk menumpas militan yang tak mau mengakui perjanjian damai menimbulkan korban. Militer Filipina pada Selasa (28/1) mengatakan, pihaknya telah menewaskan 17 militan dalam bentrokan yang berkobar di hari kedua.
Juru bicara militer regional Kolonel Dickson Hermoso mengatakan, lebih dari 1500 tentara dikerahkan untuk menyerang Pejuang Pembebasan Islam Bangsa Moro (BIFF).
Serangan dilakukan di sebuah daerah pertanian terpencil, di selatan Filipina. Hermoso mengatakan, 17 anggota BIFF telah dikonfirmasi tewas dalam bentrokan pada pekan ini. Sementara itu, dua tentara dan satu warga sipil terluka akibat serangan.
Dilansir dari Channel News Asia, serangan diluncurkan pada Senin (27/1), tepat dua hari setelah pemerintah Filipina mencapai kesepakatan damai dengan Front Pembebasan Islam Moro (MILF).
Padahal, kesepakatan damai bertujuan mengakhiri pemberontakan selama puluhan tahun yang menewaskan puluhan ribu jiwa.
BIFF merupakan kelompok kecil militan yang menentang upaya perdamaian itu. Mereka kerap melakukan banyak serangan mematikan dalam beberapa tahun terakhir, guna menggagalkan proses perdamaian.
"Mengakhiri tantangan pasukan bersenjata BIFF, akan menjadi bantuan besar bagi entitas Muslim mendapatkan otonom seperti yang tertuang dalam perjanjian damai," ujar Hermoso pada AFP.
Ia mengatakan, pertempuran sekelompok kecil militan terus berlangsung hingga Selasa. Pertempuran terjadi di tiga desa pertanian di tepi rawa, dekat kota Datu Piang, 800 km selatan Manila.
Hermoso mengatakan, BIFF memiliki sekitar 120 anggota garis keras, yang didukung sejumlah kelompok bersenjata lain yang juga menentang pembicaraan damai.
Ia menambahkan, kini tentara tengah melakukan 'operasi penegakan hukum', untuk menangkap 25 militan. Mereka sebelumnya telah didakwa dengan serangkaian kasus pidana. Termasuk diantaranya penculikan, pembunuhan dan pemerasan terhadap warga sipil.