REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Pemerintah menunggu payung hukum untuk mengurangi risiko.
JAKARTA - Pemerintah disarankan untuk menginvestasikan dana haji yang jumlahnya sudah mencapai puluhan triliun rupiah. Mantan wakil presiden Jusuf Kalla mengatakan, investasi akan memberi nilai tambah pada dana tersebut.
Menurut Kalla, nilai tambah ini sangat membantu para calon jamaah haji. Mereka tak lagi pusing memikirkan kekurangan uang muka haji karena tertutup oleh hasil investasi. ''Ini muamalah, berbeda dengan ibadah. Selama tidak haram, tidak masalah,'' katanya, Rabu (4/2).
Ia menekankan hal tersebut saat peluncuran buku Tangan tak Terlihat karya Dirjen Penyelenggaraan Haji Kementerian Agama Anggito Abimanyu.
Kalla menuturkan, kalau dana haji tak diinvestasikan, calon jamaah haji bisa kerepotan. ''Hanya haji yang bayar dulu baru 15 tahun kemudian berangkat,'' ungkap ketua umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu yang disambut tawa hadirin. Ia menambahkan, investasi dana haji juga dapat mengatasi naiknya nilai dolar AS terhadap rupiah.
Ia mempertanyakan, bagaimana orang akan naik haji bila satu dolar AS nilainya menjadi Rp 20 ribu? Itu tidak menjadi masalah seandainya negara mau menanggung melonjaknya biaya haji karena kenaikan nilai dolar. Karena itu, jangan sampai dana haji dibiarkan diam.
Kementerian Agama memang pernah mengungkapkan rencana membeli pesawat sebagai bagian dari investasi. Namun Kalla mengingatkan, investasi dana haji pada pesawat kurang tepat. ''Tak ada orang yang beli pesawat meraih keuntungan.''
Cendekiawan Muslim Didin Hafidhuddin mengatakan, haji itu 10 persen ibadah dan sisanya soal manajemen. Haji itu wajah umat Islam. Setiap tahun selalu diselenggarakan dan berulang. ''Jika baik penyelenggaraannya, akan baik pula wajah Islam,'' ujarnya.
Uang haji itu titipan (wadiah murni) masyarakat kepada pemerintah agar nanti merasa aman saat akan melaksanakan haji. Kadang, calon jamaah haji Indonesia tidak peduli uang itu disimpan di mana, yang penting aman.
Menurut Didin, uang haji memang harus diinvestasikan agar menghasilkan dan tidak mengendap begitu saja. Anggito, sebagai orang yang paham keuangan, dinilai Didin mampu melakukan itu dengan perencanaan yang baik.
Namun, harus ada keterbukaan kepada jamaah mengenai tempat dana tersebut diinvestasikan. Harus ada juga yang menjamin keamanannya. Jika tidak, saat terjadi sesuatu, malah berbahaya bagi calon jamaah haji. Ia menyarankan, dana ini diinvestasikan pada investasi yang tidak merugi.
Didin menilai investasi dana haji pada sukuk sudah tepat untuk saat ini karena return-nya jelas. ''Keuntungannya dikembalikan lagi untuk kepentingan jamaah. Saat keuntungannya besar, bisa digunakan untuk pemondokan yang dekat dengan Masjidil Haram,'' kata dia.
Ia menambahkan, dalam dua tahun ini penyelenggaraan haji mulai baik. Ke depan, semoga yang dibawa jamaah haji adalah kesan baik. Tidak ada lagi cerita jamaah hanya shalat dua kali di Masjidil Haram karena penginapan jauh.
Anggito Abimanyu mengatakan, dana haji sudah dimasukkan dalam sukuk dan menghasilkan manfaat. Untuk investasi lebih jauh masih harus menunggu regulasi baru.
Payung hukum untuk melakukan investasi tersebut masih dalam bentuk rancangan undang-undang. Namanya RUU Pengelolaan Keuangan Haji.
Rancangan undang-undang tersebut sudah diserahkan kepada DPR dan masih menunggu pembahasan. Ia mengakui, pengelolaan dana haji saat ini berisiko. Karena itu, mesti ada regulasi untuk menangani risiko tersebut.
''RUU yang nanti dibahas memberi payung hukum pengelolaan keuangan haji yang lebih modern dengan membuka kesempatan investasi di sektor riil,'' kata Anggito. Menurut dia, memang harus ada pembaruan dalam pengelolaan dana haji.