REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mabes Polri saat ini masih melakukan pembahasan mengenai aturan jilbab untuk polisi wanita (polwan) Muslim. Namun, dalam penyusunan kebijakan tersebut, diharapkan UUD 1945 harus menjadi bahan pertimbangan utama.
Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin mengatakan, polisi harus tetap tunduk pada aturan konstitusi. Menurutnya, polisi tidak boleh membuat regulasi yang membatasi keyakinan dan agama seseorang.
Sebuah instansi, apa pun itu, baik kepolisian, TNI, maupun pemerintahan, kata dia, tidak boleh menggugurkan hak konstitusional warga negara. “Tidak bisa orang masuk ke sebuah instansi, lalu keyakinan beragamanya dibatasi. Mereka harus menghormati itu,” kata Irman, Sabtu (8/2).
Dia menambahkan, pihak yang merasa dirugikan dengan adanya aturan tersebut bisa saja mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung (MA) karena menyangkut soal HAM. Juga, tidak menutup kemungkinan untuk mengajukan judicial review (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila ada nilai konstitusi yang dilanggar. “Intinya, Polri harus tetap tunduk pada konstitusi,” tegas Irman.
Ketua Majelis Syariah DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Noer Muhammad Iskandar menjelaskan, nilai dari sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa, belum menyentuh instansi Polri. “Kalau mereka menerapkannya, tidak perlu membatasi polwan untuk mengenakan jilbab,” ungkapnya.
Noer Iskandar mencontohkan kepolisian Kanada, negara yang tidak menganut ideologi seperti Indonesia, justru memperbolehkan polisi wanita Muslim mengenakan jilbab. Begitu pula negara lainnya, seperti Swedia, Australia, dan Amerika Serikat (AS). Seharusnya, kata Noer Iskandar, Polri malu untuk menunda sekian lama aturan mengenai jilbab untuk polwan itu. “Dengan mengenakan jilbab, polisi akan dianggap lebih beretika dan bisa menjadi contoh di masyarakat,” kata dia.
Hal serupa disampaikan Ketua Komnas HAM Siti Nurlaila. Menurut Siti, Polri saat ini memang tengah mengkaji aturan jilbab untuk polwan Muslim. Dan, kata dia, aturan itu tidak boleh bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Sebab, dalam Undang-Undang HAM, kebebasan menjalankan keyakinan itu tidak bisa dibatasi.
Terkait pernyataan Wakapolri Komjen Pol Oegroseno yang akan memutasi polwan ke Aceh, Siti menyatakan, hal itu tidak boleh dijadikan acuan untuk membuat aturan berjilbab. “Sekarang kan sedang dalam proses, kita tunggu saja dulu. Nanti, jika benar lahir aturan yang mengharuskan mutasi terhadap polwan berjilbab, regulasi itu perlu dikaji kembali,” paparnya.
Masih disusun
Mabes Polri masih membahas konsep penggunaan jilbab bagi polwan. Namun, belum ada kejelasan kapan waktu kajian tersebut selesai dan kebijakan itu segera diterapkan.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronie F Sompie mengatakan, pihaknya masih membahas mengenai aturan tentang jilbab polwan. Ia belum menerima update terbaru dari tim perumus kajian jilbab polwan itu. Konsep tersebut dinilai perlu perumusan komprehensif agar bisa diterima masyarakat. “Konsep jilbab sedang disusun,” kata Sompie saat dihubungi Republika, Sabtu (8/2).
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Sutarman menegaskan, pihaknya sudah meminta tim perumus untuk segera menyelesaikan aturan jilbab itu. Menurutnya, sebelum ada aturan baru, aturan lama yang dipakai. “Jadi, belum ada tenggat waktunya,” kata Sompie menganalisis komentar Sutarman.
Sompie berharap, tidak ada gugatan atau pertimbangan konstitusi terhadap instansinya mengenai aturan jilbab itu. Mengenai pernyataan Oegroseno, Sompie menyatakan, hal itu tak perlu dipermasalahkan lagi. “Itu kan sudah lama, jangan digali-gali lagi. Sekarang yang sedang mengemuka soal kebijakan Kapolri yang terbaru ini,” ujar dia.n andi mohammad ikhbal ed: syahruddin el-fikri
Informasi dan berita lainnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.