Kamis 13 Feb 2014 11:33 WIB

Jalan Hidup Salikin: Mengasah Telinga Batin (6-habis)

Ilustrasi
Foto: St.gdefon.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Kalangan salikin tidak tahan mendengarkan suara azan. Begitu mendengar suara azan, dia rindu akan suara-suara suci itu. Apalagi jika muazin melantunkan hayya alal falah (Mari kita meraih keberuntungan).

Suara azan, pengajian ayat suci, shalawat Nabi, dan lantunan Asmaul Husna membuatnya merinding dan terkadang mengucurkan air mata kerinduan, seolah suara-suara itu adalah suara-Nya yang ia dengar di zaman azali.

Inilah yang dilukiskan dalam Alquran: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal.” (QS. al-Anfaal [8]: 2)

Sama' yang betul-betul menyentuh batin dapat menyebabkan tangisan kerinduan yang meluap (buka' al-wajd). Sebuah tangisan yang terjadi ketika cahaya cemerlang menyinari sekujur relung-relung tubuh ketika haqqul yaqin memuncak di dalam senubari sang salik.

Bagaimana tidak menangis jika kualitas spiritual seseorang mencapai puncak keterpesonaan dengan Sang Kekasih. Ia seperti terapung apung di antara dunia keabadian (qidam) dan dunia kebaruan (huduts).

Dia laksana melepaskan rindu dendam yang sekian lama terbelenggu di dalam hati, tiba-tiba menemukan (wajid) keinginannya.

Fenomena buka al-wajd adalah fenomena awal bagi para salikin. Para salikin senior dan sudah sering mengalami hal (terminal spiritual) tidak lagi menunjukkan ekspresi buka' alwajd, tetapi berusaha untuk mengendalikan diri agar suasana batin yang dirasakan itu bisa lebih permanen dan berkelanjutan (maqam).

Jika pengalaman batin masih dalam keadaan hal, masih bersifat temporer. Namun jika sudah menjadi maqam, sudah menjadi permanen. Orang yang sudah sampai di tingkat maqam, apa pun yang didengar, siapa pun yang memperdengarkan, dia akan menikmatinya bagaikan indahnya kicauan suara-suara alam. Rasulullah sekalipun dimaki dan dibentak ia meresponsnya dengan senyum.

Majelis-majelis sama' biasanya dilakukan secara reguler dengan penuh persiapan batin, baik oleh para pendengar maupun yang bertugas untuk melantunkan irama nasyid.

Majelis sama' bukan arena pertunjukan kesenian, melainkan ritual keagamaan bagi mereka yang ingin mendekatkan diri lebih dekat dan sedekat-dekatnya kepada Allah.

Pembawa nasyid atau pelaku sama' tidak boleh memiliki niat lain selalin membantu para salik menemukan sesuatu yang dicarinya dalam sama'. Ucapan-ucapan yang dikeluarkan harus berdasarkan atas kebenaran wahyu Alquran dan hadis.

Tidak boleh menyampaikan hadis palsu (maudhu), sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah yang bukan darinya.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement