REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kondisi pasar tradisional di Depok masih perlu perbaikan. Kesan kumuh dan jorok juga masih melekat pada sebagian besar pasar tradisional. Tidak heran, bila konsumen lebih memilih pasar modern. Menanggapi hal itu, Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Depok, Suparyono meminta agar pemerintah kota (Pemkot) Depok memberikan perhatian pada pasar tradisional.
''Pasar tradisional harus jadi perhatian utama. Apalagi, kepemilikannya banyak orang. Misalnya ada 300 kios, maka kemungkinan ada 300 orang pemilik. Kalau pasar modern, ya satu orang. Bahkan, kepemilikannya dari luar atau asing. Dari sisi keuntungannya pun dibawa keluar juga,'' ujar Suparyono di Balaikota, Depok, Selasa (18/2).
Menurut Suparyono, Pemkot Depok harus lebih intens memberikan perhatian pada pelaku pasar tradisional. Pasalnya, kebanyakan tidak punya kemampuan dalam pengelolaan dan kalah bersaing. Bahkan, pendidikannya menegah ke bawah.
Sehingga, Kemampuannya dalam mengelola usaha di pasar tidak sehebat pasar modern. ''Pedagang di pasar tradisional harus ditingkatkan kemampuannya agar berdaya saingnya,'' jelas Ketua DPD PKS Depok ini.
Di sisi lain, lanjut Suparyono, pedagang tradisional harus bersikap kooperatif. Ia menambahkan, terkadang untuk mengaturnya agar lebih tertib susahnya bukan main. Ia mencontohkan, saat jalan pasar akan dibeton yang muncul adalah protes dan demo. Jadi, tidak heran bila kondisinya terus becek. Kalau kondisi pasar becek dan kumuh dipastikan akan ditinggalkan konsumen.
Hal serupa juga terjadi pada pedagang kaki lima (PKL) yang membuka kios. Dikatakannya, dari aspek yuridis harus diselesaikan. Pemkot Depok, jangan membiarkan toko modern terus menjamur dan membatasinya.
''Untuk menghilangkan persaingan, ya harus buat regulasi. Seperti kalau Pasar Agung khusus produk kering, maka Pasar Musi khusus produk basah. Kalau ini berjalan, maka akan meramaikan pasar dan menguntungkan. Yang lainnya, statusnya harus diperjelas. Seperti pada Pasar Kemiri Muka yang sudah habis banyak kita belain ternyata kalah di pengadilan. Jangan sampai ini terjadi lagi,'' tutur Suparyono.