REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Geolog ITS Surabaya, Amien Widodo, menegaskan bahwa lahar dingin dan erupsi Gunung Kelud (1.730 mdpl) di kawasan Kediri, Blitar, dan Malang, Jawa Timur itu sama-sama berbahaya.
"Selama status Gunung Kelud belum turun dari Awas menjadi Siaga berarti potensi bahaya dari gunung itu masih ada. Lahar dingin yang datang sejak Selasa (18/2) itu tidak kalah berbahayanya daripada erupsi pada hari Kamis (13/2) hingga Jumat (14/2) lalu," kata Dr. Ir Amien Widodo, M.Si. di Surabaya, Rabu.
Oleh karena itu, pakar geologi ITS Surabaya itu mengharapkan warga di sekitar Kelud harus tetap menghindar. Begitu pula, warga yang tinggal di dekat aliran sungai yang berhulu ke Kelud juga harus menyingkir.
"Hingga kini, PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) masih mengingatkan warga di kawasan Kelud dalam radius 10 kilometer tetap harus steril dan warga di aliran sungai yang berhulu ke Kelud juga harus menyingkir," katanya.
Menurut Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS Surabaya itu, instruksi PVMBG itu harus dipatuhi hingga ada penurunan status Kelud dari Awas menjadi Siaga.
"Selama mereka masih mencatat tingginya tingkat kegempaan, ya, Kelud masih berbahaya," katanya.
Berdasarkan pengamatannya, lahar dingin yang berasal dari campuran pasir, air, batu, dan lumpur itu tetap berbahaya karena material yang sama itulah yang telah memorak-perandakan Pacet (Mojokerto) dan Situbondo pada beberapa tahun lalu.
"Saya yakin saat Kelud meletus itu ada material yang jatuh di puncak dan bila diguyur hujan deras akan bisa turun dan kalau turunnya material itu mirip banjir bandang akan bisa merusak segalanya seperti kereta api menabrak benda apa pun tanpa henti," katanya.