REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan mewajibkan kajian analisis dampak lingkungan (Amdal) bagi perusahaan yang membangun smelter menyusul penerapan PP No 1/2014 bahwa pemegang IUP OP dan kontrak karya wajib mengolah dan melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.
"Kesiapan Kementerian Kehutanan mendukung hilirisasi salah satunya dengan mengharuskan adanya Amdal untuk membangun smelter," kata Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Bambang Soepijanto dalam acara Dialog Mingguan Kementerian Kehutanan, di kantor Kehutanan, Jakarta, Senin (24/2).
Kewajiban amdal ini, lanjut Bambang, merupakan bagian penyesuaian hilirisasi sektor pertambangan mineral melalui pengembangan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) merupakan amanat Pasal 170 UU No. 4/2009 tanggal 12 Januari 2009 tentang mineral dan batubara.
Selain itu, lanjut Bambang, penambahan izin dalam rangka mendukung industri smelter yakni dengan penyesuaian perbaikan rencana kerja serta perbaikan dari sisi perizinan untuk reklamasi dan rehabilitasi hutan.
"Dulu diwajibkan izin pinjam pakai baru rencana kerja untuk menanam sebagai bentuk reklamasi hutan. Tetapi nyatanya itu tidak 'running well'. Mereka cenderung menyedot isi bumi dulu baru menanam," jelas Bambang.
Lewat revisi perizinan tersebut, kata Bambang, perusahaan diminta menunjukkan perencanaan penanaman, baik di dalam dan di luar areal tambang yang sama luasnya dengan luas areal tambang yang dipakai.
"Sehingga ketika pinjam kawasan hutan, penanaman juga sudah dilakukan. Dengan begitu, kalau nanti tambang selesai, maka kegiatan tanam juga selesai. Jangan sampai tambang nggak selesai, tanaman juga belum," ujar Bambang.
"Nantinya, makin tinggi pinjam pakai semakin luas sumber daya vegetasi baru di luar area tambang. Ini membantu isu tambang juga supaya berpikir bagaimana rehabilitasi di area sekitarnya," tambahnya.
Izin pinjam
Menyusul hilirisasi sektor pertambangan mineral, Bambang memperkirakan bahwa izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) akan ada kecenderungan menurun dalam kurun waktu dua tahun ini.
"Dua tahun ini mungkin ada penurunan untuk ini tapi tahun keempat dan puncaknya di tahun ketujuh (setelah penerapan PP No. 1 tahun 2014) akan ada peningkatan dari sektor ini karena ada hilirisasi. Hal ini disebabkan ada banyak pengembangan dari industri smelter," jelas Bambang.
Bambang mengatakan setelah industri smelter mulai berkembang dan perusahaan sudah dapat melakukan hasil pengolahan dan pemurnian maka IPPKH akan lebih luas.
Melalui pengembangan industri smelter, tambah Bambang, juga akan menambah penguasaan teknologi, menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan nilai tambah dari bahan tambang, dan meningkatkan pendapatan negara.