REPUBLIKA.CO.ID, Seorang pria non-Muslim Estonia berniat menikahi wanita Muslim Mesir, dan ia akan segera masuk Islam. Terakhir kali, mereka berdiskusi banyak tentang aturan berbusana bagi Muslimah.
Ia menanyakan masalahnya ke lembaga fatwa Mesir, Dar al-Ifta. “Apakah menutupi kepala wanita dengan jilbab memang diwajibkan? Saya pernah membaca beberapa sumber yang menyebutkan kewajiban berjilbab berlaku hanya untuk istri-istri Nabi, bukan semua Muslimah. Apakah ini benar?”
Daf al-Ifta al-Missriyyah memberikan jawaban. Umat Islam sepakat, para Muslimah wajib menutupi rambut mereka. Hal ini didasari pada perintah Allah yang secara eksplisit disebutkan dalam Alquran surah an-Nur ayat 31.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khimar (kain kerudung) ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau para saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Muslimah, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS 24: 31)
Pada ayat di atas secara jelas disebutkan, perempuan yang beriman harus menarik khimar hingga ke atas dadanya. Kata khimar dalam bahasa Arab berarti kerudung atau kain penutup kepala. Dengan begitu, ayat ini memerintahkan kepada para Muslimah untuk mengenakan penutup kepala yang menutupi hingga dada mereka juga.
Syejh Sayid Tantawi menyatakan, menutup aurat adalah kewajiban bagi setiap perempuan Muslimah. Meskipun begitu, dia berpendapat, gadis Muslimah bisa saja dibenarkan melepaskan jilbabnya pada waktu-waktu dan dengan kondisi tertentu, jika tindakan tersebut membawa mudharat paling kecil bagi yang bersangkutan.
Seperti yang terjadi di Prancis misalnya. Para siswi Muslimah di sana sulit sekali mengenakan jilbab ke sekolah, karena adanya aturan pemerintah setempat yang melarang penggunaan pakaian ini.
Tantawi mengatakan, keleluasaan seorang Muslimah di negeri-negeri non-Muslim untuk mengenakan jilbab sangat terkait dengan urusan internal negara setempat (apakah pemerintahnya melarang atau membolehkannya).
Seluruh ulama Muslim sepakat, menutup kepala merupakan kewajiban umum bagi semua Muslimah. Wallahu a'lam bish-shawwab.