REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami keterangan saksi mengenai aliran dana ke seluruh anggota Komisi VII DPR. Keterangan adanya pemberian dana ke anggota dewan itu muncul dari eks kepala biro keuangan kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi.
Didi mengungkapkan adanya aliran dana itu ketika bersaksi dengan terdakwa mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/2). Didi menyebut ada 47 amplop berisi uang dengan inisial P untuk Pimpinan, dan A untuk anggota Komisi VII DPR. "Itu harus didukung fakta-fakta. Ini lagi didalami," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta, Rabu (26/2).
Johan mengatakan, dalam persidangan baru sebatas pengakuan dari saksi. Karenanya, pengakuan itu harus dikembangkan. Harus ada bukti atau fakta yang menguatkan pengakuan tersebut. "Apakah kemudian didukung bukti atau fakta yang kemudian disimpulkan memang benar ada penerima," kata dia.
Menurut Johan, untuk dana dalam ampolp ke pimpinan dan anggota DPR itu baru pengakuan sepihak. Sehingga, penyidik harus melakukan validasi lebih lanjut mengenai keterangan tersebut. "Dari pengakuannya si A memberikan ke si B. Apakah dari si B itu kemudian, menurut yang mengaku, diberikan ke banyak orang, itu ada dukungan faktanya tidak," kata dia.
Dalam persidangan, Didi menyebut ada dana sekitar 140 ribu dolar AS yang dibagi untuk pimpinan, anggota, dan sekretariat Komisi VII DPR. Untuk empat pimpinan dananya disiapkan masing-masing 7.500 dolar AS. Sedangkan untuk anggota masing-masing 2.500 dolar AS. Sekretariat pun mendapat jatah 2.500 dolar AS. "Tapi masih ada tambahan perjalanan dinas ke luar negeri," kata dia.
Untuk memberikan uang itu, Didi menyebut, menelepon staf Ketua Komisi VII, Iryanto Muchyi. Iryanto adalah staf ahli Sutan Bhatoegana. Iryanto kemudian datang ke kantor kementerian ESDM. "Kemudian ada tanda terima dan dia mau tanda tangan. Tanda terima sudah kami serahkan ke penyidik," ujar dia.
Mengenai tanda terima itu, Johan mengatakan, harus mengecek terlebih dulu kepada penyidik. Apabila ada tanda terima itu, bisa menjadi salah satu alat bukti. Namun, tanda terima itu harus divalidasi apakah benar terkait dengan adanya pemberian dana ke Komisi VII. "Apakah betul tanda terima kaitan dengan hal tersebut," kata dia.
Johan mengatakan, proses persidangan masih berjalan. Bisa saja, ada fakta baru yang kemudian muncul dan mengindikasikan keterlibatan pihak lain. Bisa juga penyidik menunggu hasil pemeriksaan dari hakim terkait bukti yang ada. "Kalau sudah ada kesimpulan, tentu akan dibuka penyelidikan baru," kata dia.